KEBIJAKAN & STRATEGI NASIONAL TERKAIT STUNTING

Pemerintah telah melaksanakan berbagai cara untuk menanggulangi dan mencegah stunting di Indonesia. Pemerintah sebagai regulator telah membuat kebijakan untuk mengatasi masalah stunting. Peraturan yang relevan untuk menanggulangi penurunan stunting di Indonesia meliputi

  1. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024
  2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07 Tahun 2022 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Stunting

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, menjelaskan sinergi program antar kementerian/lembaga yang mana Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendapatkan tugas khusus untuk menyiapkan dan memberikan pelayanan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana, serta intervensi percepatan penurunan stunting kepada keluarga miskin ekstrem.

Komitmen pemerintah daerah atas program nasional dari Pemerintah Pusat dilakukan dengan membuat aturan turunan di daerah seperti peraturan daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Wali Kota (PerWal) dan Peraturan Bupati (PerBup) agar program stunting dapat berjalan. Dengan adanya peraturan di daerah maka akan berdampak pada alokasi anggaran dari pemerintah daerah untuk penanggulangan stunting.

Upaya mempercepat kasus stunting di Indonesia, Pemerintah menggunakan pendekatan multi actor dan multi level yaitu melibatkan Kementerian/Lembaga (K/L) di pemerintah pusat, Perguruan Tinggi, Organisasi Perangkat Daerah di provinsi dan kabupaten/kota, Sektor Bisnis dan Komunitas.

Daerah Prioritas dalam Percepatan Penurunan Stunting

Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Perpres. RI. No. 18., 2021), Lokasi prioritas penanganan stunting di Indonesia terdapat di daerah:

  1. Provinsi Papua dan Papua Barat

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting diantaranya Yalimo, Yahukimo, Supriori, Puncak Jaya, Puncak, Pengunungan Bintang, Jayawijaya, Tolikara, Nduga, Lanny Jaya, Dogiyai, Asmat, Intan Jaya, Biak Numfor, Boven Digoel, Deiyai, Keerom, Kepulauan Yapen, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Nabire, Paniai, Sorong Selatan, Tambrauw, Kota Sorong, Manokwari, Pegunungan Arfak.

  1. Provinsi Maluku dan Maluku Utara

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Kepulauan Aru, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula

  1. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB)

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Lombok barat, Lombok tengah, Lombok timur, Sumbawa, Dompu, Lombok Utara, Bima, Sumbawa Barat, Sumba Barat, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Lembata, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Sabu Rai Jua, Belu, Ende, Flores Timur, Kupang, Malaka, Manggarai Barat, Nagekeo, Sikka

  1. Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Boolang Mongondow utara, Bolaang mongondow, Banggai, Parigi Moutong, Enrekang, Bone, Buton, Kolaka, Boalemo, Gorontalo, Pohuwato, Majene, Polewali Mandar, Mamuju, Mamasa.

  1. Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Ketapang, Sambas, Sintang, Barito Timur, Kapuas, Kotawaringin Timur, Hulu Sungai Utara, Tanah Bumbu, Penajam Paser Utara, Kutai Barat, Malinau, Nunukan,.

  1. Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau.

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Aceh Tengah, Pidie, Aceh Timur, Langkat, Padang Lawas, Nias Utara, Gunung Sitoli, Simalungan, Pasaman, Pasaman Barat, Solok, Rokan Hulu, Kampar, Kerinci, Tanjung Jabung Timur, Ogankomering Ilir, Muara Enim, Kaur, Bengkulu Utara, Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Tanggamus, Bangka Barat, Bangka, Natuna, Lingga

  1. Provinsi Bali, DKI Jakarta, DI. Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten

Desa (Kabupaten) yang menjadi prioritas penurunan stunting meliputi Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Subang, Karawang, Bandung Barat, Majalengka, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Wonosobo, Klaten, Grobogan, Blora, Demak, Pemalang, Brebes, Pekalongan, Kulon Progo, Bantul, Trenggalek, Malang, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Kediri, Pandeglang, Lebak, Gianyar, Buleleng

Sasaran Utama Percepatan Penurunan Stunting

Sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021, target percepatan penurunan stunting yang harus dilakukan yaitu (Kemenkumham, 1945)

  1. Tersedianya layanan Intervensi Spesifik

Layanan intervensi spesifik memiliki pengaruh langsung  mengatasi penyebab terjadinya stunting dan umumnya diberikan oleh sector kesehatan dan  memiliki kontribusi 30 % terhadap pencegahan stunting.

Sasaran prioritas layanan intervensi spesifik meliputi

  1. Ibu Hamil

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energy kronik (KEK) dan pemberian suplementasi tablet tambah darah.

  1. Ibu Menyusui dan anak 0-23 bulan

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan (1) promosi dan konseling pemberian ASI eksklusif, (2) promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak, (3) penatalaksanaan gizi buruk, (4) pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang, (5) pemantauan dan promosi pertumbuhan.

Sasaran penting layanan intervensi gizi spesifik meliputi

  1. Remaja Putri dan wanita usia subur

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan pemberian suplementasi tablet tambah darah

  1. Anak 24-59 bulan

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan (1) penatalaksanaan gizi buruk, (2) pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang, (3) pemantauan dan promosi pertumbuhan.

  1. Tersedianya layanan Intervensi Sensitif

Layanan intervensi sensitive memiliki pengaruh tidak langsung yang memiliki berkontribusi 70 % terhadap pencegahan stunting. Kelompok intervensi sensitive adalah

  1.   Peningkatan penyediaan air bersih dan sanitasi
  2. Penyediaan akses air bersih dan air minum
  3. Penyediaan akses sanitasi yang layak
  4.   Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan
  5. Penyediaan akses Jaminan Kesehatan (JKN)
  6. Penyediaan akses kepada layanan kesehatan dan keluarga berencana (KB)
  7. Penyediaan akses bantuan tunai bersyarat untuk keluarga kurang mampu
  8. Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak
  9. Penyebarluasan informasi mengenai gizi dan kesehatan melalui berbagai media
  10. Penyediaan konseling perubahan perilaku antar pribadi
  11. Penyediaan konseling pengasuhan untuk orang tua
  12. Penyediaan akses pendidikan anak usia dini (PAUD), promosi stimulasi anak usia dini dan pemantauan tumbuh kembang anak
  13. Penyediaan konseling kesehatan reproduksi untuk remaja
  14. Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
  15. Peningkatan akses pangan bergizi
  16. Penyediaan akses bantuan pangan untuk keluarga kurang mampu seperti bantuan pangan non tunai
  17. Pengembangan pertanian dan peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi di rumah tanggan, seperti program kawasan rumah pangan lestari
  18. Fortifikasi bahan pangan utama, misalnya garam, tepung terigu, dan minyak goring
  19. Penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan

Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia melalui lima pilar dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting (Koordinator et al., 2023).

  1. Pilar 1. Peningkatan Komitmen dan Visi Kepemimpinan

Pilar ini menekankan pentingnya peran kepemimppinan di semua level pemerintahan, mulai dari kementerian dan lembaga hingga pemerintah daerah dan desa. Kepemimpinan dengan komitmen tinggi dan memiliki visi yang jelas akan mempermudah dalam melakukan koordinasi dan pelaksanaan program percepatan penurunan stunting.

Capaian indicator pilar 1 diantaranya (1) terselenggaranya rapat koordinasi di tingkat kabupaten/kota, (2) terselenggaranya rembug stunting di tingkat kecamatan, (3) tersedianya kebijakan/peraturan bupati/walikota tentang kewenangan desa/kelurahan dalam penurunan stunting, (4) tersedianya bidan desa/kelurahan sesuai kebutuhan, (5) jumlah desa/kelurahan bebas stunting, (6) presentase pemerintah daerah provinsi yang meningkatkan alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk percepatan penurunan stunting, (7) presentase pemerintah daerah kabupaten/kota yang meningkatkan alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk percepatan penurunan stunting, (8) jumlah pemerintah desa yang mendapatkan peningkatan kapasitas dalam penanganan percepatan penurunan stunting, (9) persentase desa/kelurahan yang kader pembangunan manusianya mendapatkan pembinaan dari pemerintah daerah kabupaten/kota.

  1. Pilar 2. Peningkatan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) dan Pemberdayaan Masyarakata

Pilar ini focus pada advokasi kepada pembuat kebijakan publik dan edukasi kepada masyarakat. Tujuannya agar pejabat publik dapat membuat kebijakan publik yang mendukung terhadap program percepatan stunting yang menjadi kewenangannya. Selaras dengan itu, edukasi diarahkan untuk meningkatkan pemahaman, mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar berkontribusi pada stunting seperti kebiasaan pola hidup sehat dan bersih, konsumsi air minum dan menjadi sanitasi yang layak, kebiasaan memberi ASI Eksklusif, makanan bergizi dan pola asuh, serta memberdayakan masyarakat agar dapat mengakses sumber daya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Capaian indicator pilar 2 diantaranya (1) terlaksananya kampanye nasional pencegahan stunting, (2) persentase keluarga yang stop buang air besar sembarangan, (3) persentase keluarga yang melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat, (4) jumlah kabupaten/kota yang memiliki minimal 20 tenaga pelatih berjenjang tingkat dasar serta pendidikan dan pelatihan pengasuhan stimulasi penanganan stunting bagi guru pendidikan anak usia dini, (5) persentase desa/kelurahan yang memiliki guru PAUD terlatih pengasuhan stimulasi penanganan stunting sebagai hasil pendidikan dan pelatihan di kabupaten/kota, (6) persentase lembaga PAUD yang mengembangkan Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif, (7) Terpenuhinya standar pelayanan pemantauan tumbuh kembang di posyandu, (8) Persentase desa/keluragan yang melaksanakan kelas Bina Keluarga Balita tentang pengasuhan 1000 hari pertama kehidupan (HPK), (9) Persentase kelompok keluarga penerima manfaat program keluarga harapan yang mengikuti pertemuan peningkatan kemampuan keluarga dengan modul kesehatan dan gizi, (10) Persentase pusat informasi dan konseling remaja dan bina keluarga remaja yang melaksanakan edukasi kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja, (11) persentase pasangan calon pengantin yang mendapatkan bimbingan perkawinan yang mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting.

Unlimited Hosting WordPress Developer Persona
  1. Pilar 3. Peningkatan Konvergensi Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif di Kementerian/Lembaga, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa

Pilar ini berfokus pada integrasi berbagai jenis intervensi, baik yang bersifat spesifik (seperti program gizi dan kesehatan) maupun sensitive (seperti akses ke pendidikan, pelayanan KB dan sanitasi). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa intervensi dilakukan secara koordinatif dan saling mendukung baik antar kementerian dan lembaga, juga antara pemerintah dengan pemerintah daerah dan pemerintah desa.

Capaian indicator pilar 3 diantaranya (1) jumlah provinsi, kabupaten/kota yang mengintegrasikan program dan kegiatan percepatan penurunan stunting dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah, (2) persentase kabupaten/kota yang melaksanakan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting, (3) persentase desa/kelurahan yang mengintegrasikan program dan kegiatan percepatan penurunan stunting dalam dokumen perencanaan dan penganggaran desa/kelurahan, (4) Persentase desa/keluragan yang meningkatkan alokasi dana desa/keluragan untuk intervensi spesifik dan intervensi sensitive dalam penurunan stunting, (5) persentase desa/kelurahan yang melakukan konvergensi percepatan penurunan stunting, (6) persentase desa/kelurahan yang melaksanakan sanitasi total berbasis masyarakat, (7) persentase calon PUS/calon ibu yang menerima tablet tambah darah (TTD), (8) Persentase kabupaten/kota yang mengintervensi keamanan pangan untuk mendukung percepatan penurunan stunting, (9) persentase kabupaten/kota yang mendapatkan fasilitasi sebagai daerah ramah perempuan dan layak anak dalam percepatan penurunan stunting, (10) cakupan calon PUS yang menerima pendampingan kesehatan reproduksi dan edukasi gizi sejak 3 bulan pra nikah, (11) persentase remaja putri yang menerima layanan pemeriksaan status anemia (hemoglobin), (12) Tersedianya data hasil surveilans keluarga berisiko stunting, (13) persentase kabupaten/kota dengan age specific fertility rate paling sedikit 18 per 1.000, (14) persentase unmet need pelayanan keluarga berencana.

  1. Pilar 4. Peningkatan Ketahanan Pangan dan Gizi pada Tingkat Individu, Keluarga dan Masyarakat

Pilar ini menekankan pentingnya akses kepada pangan yang berkualitas dan bergizi bagi semua individu, keluarga dan komunitas. Ini bisa mencakup berbagai upaya, dari peningkatan produksi pangan local hingga edukasi gizi, termasuk kesiapan cadangan pangan pemerintah manakala terjadi bencana alam dan sebagainya.

Capaian indicator pilar 4 diantaranya (1) persentase keluarga berisiko stunting yang mendapatkan manfaat sumber daya pekarangan untuk peningkatan asupan gizi, (2) persentase keluarga berisiko stunting yang mendapatkan promosi peningkatan konsumsi ikan dalam negeri, (3) persentase keluarga penerima manfaat dengan ibu hamil, ibu menyusui dan anak baduta yang menerima variasi bantuan pangan selain beras dan telur, (4) cakupan pasangan usia subur  dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan social yang menerima bantuan tunai bersyarat, (5) cakupan pasangan usia subur dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan social yang menerima bantuan pangan non tunai, (6) cakupan pasangan usia subur fakir miskin dan orang tidak mampu yang menjadi penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan, (7) persentase pengawasan produk pangan fortifikasi yang ditindaklanjuti oleh pelaku usaha.

  1. Pilar 5. Penguatan dan Pengembangan Sistem Data, Informasi, Riset dan Inovasi

Pilar ini focus pada pembangunan infrastruktur informasi dan penelitian yang kuat. Data yang akurat dan tepat waktu sangat penting untuk memonitor efektivitas program dan melakukan penyesuaian strategi jika diperlukan.

Capaian indicator pilar 5 diantaranya (1) persentase pemerintah daerah provinsi dan kabupate/kota yang memiliki kinerja baik dalam konvergensi percepatan penurunan stunting, (2) persentase pemerintah desa yang memiliki kinerja baik dalam konvergensi percepatan penurunan stunting, (3) publikasi data stunting tingkat kabupaten/kota, (4) terselenggaranya pemantauan dan evaluasi percepatan penurunan stunting di pemerintah daerah provinsi, (5) terselenggaranya pemantauan dan evaluasi percepatan penurunan stunting di pemerintah daerah/kota, (6) terselenggaranya pemantauan dan evaluasi percepatan penurunan stunting di pemerintah Desa, (7) terselenggaranya audit anak berusia di bawah dua tahun (baduta) stunting, (8) tersedianya data keluarga risiko stunting yang termutakhirkan melalui sistem informasi keluarga, (9) persentase kabupaten/kota yang mengimplementasikan sistem data surveilans gizi elektronik dalam pemantauan intervensi gizi untuk penurunan stunting, (10) Persentase kabupaten/kota yang menerima pendampingan percepatan penurunan stunting melalui tri dharma perguruan tinggi.

Pendekatan Multisektoral dan Multipihak

  1. Pemerintah Pusat

Kementerian/Lembaga yang berperan dalam percepatan pencegahan stunting diantaranya:

Kementerian Kesehatan

Memastikan tersedianya akses dan meningkatnya mutu pelayanan gizi spesifik, serta bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi melakukan koordinasi kampanye perubahan perilaku

Kementerian Keuangan

Peran dan kewenangan kementerian keuangan dalam percepatan penurunan stunting yaitu mempersiapkan penganggaran percepatan pencegahan stunting

Kementerian Desa

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat desa untuk melaksanakan percepatan perbaikan gizi

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Memastikan tersedianya akses dan meningkatkan mutu sarana air bersih dan sanitasi di masyarakat

Kementerian Pertanian

Memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi terutama untuk keluarga miskin

Kementerian Agama

Peran dan kewenangan kementerian agama dalam percepatan penurunan stunting meliputi

  1. Menyusun kebijakan yang mendukung pelaksanaan bimbingan dan pendampingan bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  2. Memfasilitasi pemanfaatan data dan informasi bimbingan dan pendampingan remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  3. Meningkatkan cakupan pelaksanaan bimbingan perkawinan bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  4. Memberikan informasi kepada calon pengantin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan/skrining, paling sedikit meliputi tinggi badan, berat bada, lingkar lengan atas dan anemi sebagai bagian dari pelayanan nikah
  5. Memfasilitasi substansi materi generasi berkualitas (1000 HPK) dalam sesi bimbingan perkawinan

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan melakukan perjanjian kerjasama dalam pelaksananaan bimbingan perkawinan dan pelayanan kesehatan bagi calon pengantin. Jadi KUA atau lembaga agama memberikan bimbingan perkawinan, salah satunya materi tentang kesehatan reproduksi.

Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI dengan Sekretaris Utama BKKBN melakukan perjanjian kerjasama terkait penguatan pendampingan bagi remaja, calon pengantin, dan keluarga muda dalam rangka pencegahan perkawinan anak dan penurunan stunting. Tujuannya meningkatkan keluarga berkualitas melalui penguatan pendampingan bagi catin dan keluarga muda serta kerjasama pemanfaatan data dalam upaya pencegahan perkawinan anak dan penurunan stunting.

  1. BKKBN
  2. Menyusun kebijakan yang mendukung pelaksanaan bimbingan dan pendampingan bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  3. Menyiapkan sistem informasi pendampingan bagi calon pengantin dan keluarga muda
  4. Menyiapkan SDM Petugas Pendamping bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  5. Memfasilitasi peran serta petugas pendamping dalam penguatan pendampingan bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda
  6. Memfasilitasi calon pengantin melakukan pemeriksaan kesehatan/skrining yang paling sedikit meliputi tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan anemi sebagai bagian dari pelayanan nikah
  7. Menyediakan substansi materi generasi berkualitas (1000 HPK) dalam sesi bimbingan perkawinan.

Dunia Usaha

Berperan dalam pengembangan, kendali mutu, distribusi serta pemasaran makanan bergizi yang memadai. Selain itu, dunia usaha juga berperan dalam implementasi work force nutrition (gizi untuk pekerja) melalui penerapan pola hidup sehat di lingkungan kerja dan pemberdayaan masyarakat seta inovasi dan dukungan pelaksanaan intervensi gizi spesifik dan sensitive.

Perguruan Tinggi

Memberikan masukan dalam pengembangan dan perencanaan program percepatan perbaikan gizi. Perguruan tinggi dapat memberikan masukan berdasarkan kajian dan penelitian ilmiah seputar stunting sehingga intervensi yang dikembangkan oleh pemerintah senantiasa berbasis bukti dan sesuai dengan konteks di Indonesia.

Masyarakat

Partisipasi masyarakat sipil (LSM, NGO, Perseorangan dan Mitra Pembangunan) dalam percepatan penurunan stunting.

Strategi yang bisa dilakukan misalnya melibatkan pedagang sayur. Pedagang sayur adalah seorang agent of change, pembawa pesan engan frekuensi sering berinteraksi dengan puluhan sasaran dalam sehari. Selain itu, pedagang sayur memiliki kedekatan dengan ibu-ibu rumah tangga serta penguasaan komunikasi yang tidak diragukan lagi dalam konteks budaya setempat. Inilah yang menjadi kekuatan pedagang sayur. Pedagang sayur dapat berperan sebagai pembawa pesan yang kuat di luar titik-titik birokrasi.

Selama ini, salah satu cara mencegah stunting melalui penyuluhan gizi masyarakat yang sering kali tersampaikan melalui kegiatan penyuluhan mendatangi warga satu per satu dengan kekuatan anggaran dan waktu terbatas. Sehingga misalkan satu penyuluh kesehatan bertemu 50 orang ibu-ibu dengan frekuensi bertemu hanya 1-2 kali perbulan, maka dampaknya hanya pada 100 ibu rumah tangga yang ditemui. Namun, apa yang akan terjadi bila pedagang sayur yang menemui ibu-ibu rumah tangga. Jika satu pedagang sayur menemui 50 ibu rumah tangga dalam sehari maka jika mengumpulkan 15 pedagang sayur dan memberikan edukasi, maka ibu rumah tangga yang akan terpapar sekitar 750 orang per hari. Jika pedagang sayur berdagang selama 22 hari dalam sebulan maka aka nada 16.500 ibu rumah tangga per bulannya yang akan terpapar edukasi.

Media

Media merupakan mitra strategis dalam menginformasikan, memantau dan mengevaluasi situasi stunting serta mengkampanyekan perilaku yang dapat mencegah stunting ke berbagai wilayah di Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkumham (1945) Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Koordinator, K. et al. (2023) ‘Laporan Pelaksanaan Percepatan Penurunan Stunting Semester Pertama Tahun 2023’.

Perpres. RI. No. 18. (2021) ‘Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 : Arah Pembangunan Wilayah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024’, Kemenkumham.

loading...
Share

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*