Ibarat hendak berjalan menuju ke puncak, andai kita menggunakan tangga, maka kita harus meniti anak tangga tersebut satu demi satu, perlahan dari bawah sampai ke atas. Melompat melewati beberapa anak tangga sekaligus, selain pertanda kekurang sabaran, juga berpotensi mencelakakan diri karena perilaku demikian tidak sesuai dengan cara yang seharusnya.
Begitu pula dengan peran kita di keluarga. Untuk menjalani peran sebagai seorang ibu yang benar dan baik untuk anak-anak, kita harus terlebih dahulu menjadi istri yang benar dan baik untuk suami kita.
Dan untuk menjalani peran sebagai seorang istri yang benar dan baik untuk suami, kita harus terlebih dahulu menjadi pribadi yang benar dan baik.
Kenapa selalu disebut “BENAR DAN BAIK?” karena tidak semua yang baik itu benar. Dan sesuatu yang benar sudah pasti baik. Jadi benar dulu baru baik.
Contoh : seorang ibu yang memanjakan anaknya hingga dewasa itu barangkali niatnya baik, ingin anaknya terus merasa nyaman dan membutuhkannya, tapi sayangnya itu tidak benar. Yang benar dan baik justru pada usia dimana otak kritis anak sudah mulai aktif, berikanlah ruang “derita” baginya. Perkenalkan ia dengan masalah, tantangan, konflik, untuk menyiapkannya berhadapan dengan kehidupan kelak yang tak bisa selalu ramah padanya, tak bisa selalu sesuai keinginannya. Cara ini benar dan baik sebab justru akan menjadikannya anak yang kuat dan dewasa. Dan ketidakbergantungan pada orangtuannya justru bukan indikator kegagalan melainkan indikator keberhasilan. Sebab anak tersebut kelak akan pulang ke hadapan Alloh sendirian, mempertanggungjawabkan semua perbuatannya sendirian maka mempersiapkan ia untuk mampu sendirian tanpa kita justru benar dan baik.
Lalu pribadi yang tidak mau bergaul sama sekali itu juga barangkali niatnya baik, supaya diri terjaga dari godaan laki-laki (misalnya). Tapi sayangnya itu tidak benar. Yang benar dan baik justru bergaul lah seluas-luasnya sebagaimana Alloh memerintahkan kita untuk menyambung silaturahim dengan sebanyak mungkin orang. Perkara penjagaan diri, pengupayaannya bukan dengan tidak bergaul melainkan dengan memahami batasan dan tegaslah apabila sudah akan melampaui. Sebab pergaulan membentuk dan mengasah banyak sekali skill penting yang amat diperlukan oleh diri untuk jadi bekal dalam menjalani peran-peran lainnya, misal sebagai istri, ibu, juga sebagai profesional di dunia kerja. Jadi bergaul seluas-luasnya dengan paham batasan dan tegas atasnya itu justru benar dan baik.
Itulah kenapa benar dulu baru baik. Dan yang paling awal harus benar dan baik adalah diri kita sendiri.
Jadi titian tangganya : Pribadi yang benar & baik >> istri yang baik dan benar >> ibu yang baik dan benar.
Tidak bisa melompat karena pada setiap titian ada pematangan fitrah kita dalam menjalani peran tersebut, yang akan berguna untuk menjalani peran berikutnya.
Artinya jika kita sebagai istri mengalami kesulitan untuk menjadi partner yang kontributif dan supportif untuk suami, maka kita patut curiga bahwa jangan-jangan… kita belum selesai dengan diri sendiri. Bahwa jangan-jangan, ada yang keliru dari diri kita.
“Tidak akan bisa membenahi apapun orang yang tidak membenahi dirinya terlebih dahulu“-Sekolah rumah tangga.
Sampai disini, semoga kita telah sama-sama sepakat mengisi awal pembelajaran kita dengan membenahi diri terlebih dahulu, siap ?
Sumber : Febrianti Almeera. Konsep Diri dalam kelas belajar jadi Istri. 9 November 2018
Leave a Reply