Seorang Ibu berusia 70 tahun datang ke IGD sebuah rumah sakit kabupaten dengan keluhan selama lebih kurang 3 minggu mengalami gangguan pencernaan dengan rasa sakit pada ulu hati dan tidak memiliki selera makan. Setelah diperiksa oleh dokter IGD, ibu tersebut disarankan menjalani rawat inap.
Kondisi ibu tersebut lemah dan mengalami malnutrisi sehingga dilakukan observasi dan perbaikan keadaan umum oleh dokter spesialis penyakit dalam selama 3 hari. Berbagai pemeriksaan laboratorium dilakukan dan kemudian dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah dan diduga adanya batu di saluran empedu. Selama dirawat di rumah sakit kabupaten tersebut, kondisi ibu tersebut tidak stabil. Kesadarannya kadang-kadang menurun, kadang-kadang membaik. Kondisi ibu tersebut membaik ketika mendapat infus kidmin (protein tinggi).
Pada hari keempat, karena kondisinya seting tidak stabil, oleh dokter spesialis penyakit dalam si ibu disarankan untuk dirujukkan ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih baik. Oleh pihak keluarga, ibu tersebut dibawa ke rumah sakit swasta X yang cukup terkenal di ibu kota provinsi. Oleh karena ruang VIP terisi penuh, maka untuk sementara waktu ibu tersebut ditempatkan di ruang kelas I. Pada hari ke-2, tersedia ruang VIP karena pasien yang menempati ruang tersebut, seorang laki-laki berusia 80 tahun, meninggal karena penyakit pneumonia. Ibu tersebut kemudian dipindahan ke ruang VIP tersebut.
Setelah tiga hari, dilakukan pemeriksaan ulang dan perbaikan keadaan umum. Operasi batu empedu dilakukan di RS X. Selama persiapan operasi, telah dilakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam dan dinyatakan bahwa kondisinya memungkinkan untuk dilakukan operasi. Operasi berjalan dengan lancar, batu berhasil dikeluarkan. Kondisi Ibu tersebut stabil setelah fase recovery dilalui di ruang recovery kamar bedah, dan selang 12 jam, si Ibu dipindahkan ke ruang VIP.
Rumah sakit X telah lulus akreditasi 12 pelayanan pada 6 bulan yang lalu dan lulus akreditasi 5 pelayanan pada 3 tahun yang lalu. Kegiatan perbaikan mutu dilakukan melalui gugus kendali mutu, PSBH, maupun penerapan standar pelayanan. Komite medik, komite keperawatan, dan SMF telah dibentuk dan berfungsi, terutama dalam penyusunan standar dan prosedur pelayanan klinis. Akan tetapi, komunikasi antar dokter untuk membahas kasus-kasus yang penting sangat sulit dilakukan karena pada umumnya dokter pada rumah sakit X bukan dokter tetap.
Selama berada di ruang perawatan post operasi, ibu tersebut mendapatkan infus protein dengan kecepatan 24 tetes per menit dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan. selama 12 jam berada di ruang perawatan, kesadaran ibu tersebut menurun dan tampak mengalami lethargic. Perawat memperlakukan ibu tersebut dengan baik sesuai prosedur perawatan post operasi.
Pada hari kedua di ruang perawatan, ibu tersebut mengalami sesak napas. Urin tampung hari kedua sebanyak 500 cc. Pada waktu visite, dokter bedah memberian instrusi agar infus tetap diteruskan, hanya saja diminta untuk tetap berkonsultasi ke dokter paru. Selanjutnya, keadaan tersebut dikonsultasikan ke dokter paru. Setelah diperoleh hasilnya, dicurigai telah terjadi infeksi nosokomial sehingga diberikan injeksi antibiotika dan diperintahkan untuk kultur lendir jalan napas. memang terbukti bahwa dengan hasil kultur lendir yang diambil dari jalan napas, dijumpai adanya tiga jenis bakteri yang resisten terhadap hampir semua jenis antibiotika. Ekskresi urin hari ke 3 hanya sebatas 250 cc/hari. Dengan perintah dokter, infus tetap diberikan, tetapi perawat tidak berani mengubah kecepatannya.
Pada hari keempat, sesak napas berlanjut dan tidak ada perubahan. Pada pukul 13.00 kesadaran pasien semakin menurun dan terjadi koma. Dilakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam dan dokter paru. Ketika dilakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan kimia darah, ternyata terjadi hyponatremia dan kemudian diberikan bolus Natrium dosis tinggi. Namun, kesadarannya tidak membaik, sesak napas justru bertambah dan akhirnya ibu tersebut harus mengalami tracheostomi dan bantuan pernapasan dengan respirator, serta dirawat di ruang ICU. Selama berada di ruang ICU, tidak terjadi perbaikan keadaan. Pada hari kesepuluh setelah berada di ICU pada siang hari tiba-tiba terjadi penurunan tekanan darah yang tajam diikuti dengan henti jantung. Upaya untuk menyelamatkan pasien dilakukan oleh dokter anestesi dan perawat di ICU sesuai prosedur yang ada, tetapi tidak berhasil.
Leave a Reply