Sebuah Pembelajaran dari Penelitian Tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan

Sebuah Pembelajaran dari Penelitian Tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan
Sebuah Pembelajaran dari Penelitian Tentang Skrining Penyakit Jantung Bawaan

Ternyata sebuah penelitian dapat menjadi keputusan manajemen. Berawal dari banyaknya pasien yang datang ke Kardiologi RS Sadrjito dengan diagnosis jantung bawaan berumur di atas 18 tahun. Setelah di deteksi ternyata tidak ketahuan sebelumnya. Jadi datang dalam keadaan sudah mengalami komplikasi berupa hipertensi paru atau pulmonary hypertension.

Kelainan jantung bawaan yang sering ditemukan pada pasien dewasa adalah ada lubang pada sekat antar serambi jantung dan lubang pada sekat antar bilik jantung. Dan saluran yang tidak tertutup ketika seseorang lahir yang seharusnya tertutup pada saat seseorang tersebut lahir. Tiga penyakit kelainan jantung bawaan ini yang paling sering ditemukan pada dewasa. Dampak dari adanya lubang pada sekat maka akan terjadi aliran dari jantung kiri ke jantung kanan sehingga akan menimbulkan penambahan volume darah di jantung kanan. Dampaknya adalah terjadinya suatu peningkatan pada tekanan di pembuluh darah dan akan terjadi yang namanya hipertensi paru.

Pengukuran tekanan darah lebih dari 140/90 maka dikatakan sudah mengalami Hipertensi. Sedangkan alur penegakan diagnosis pada  pulmonary hipertensi sangat panjang yang ribet dan sangat mahal. Pemeriksaan katerisasi jantung kanan yang merupakan suatu standard emas untuk penegakan hipertensi paru ini, kalau seseorang harus membayar harganya 10 juta. Untungnya di era BPJS, seseorang yang ditanggung BPJS bisa ditanggung. Belum lagi pemeriksaan awal lainnya yang juga menguras tenaga, pikiran dan uang. Begitupun obat. Seseorang yang sudah mengalami hipertensi paru, harus diobati oleh obat-obat spesifik sebanyak 12 tipe di Dunia. Sedangkan di Indonesia hanya ada 4 obat dan baru 2 obat yang masuk JKN. Obat-obat arteri paru ini sangat mahal seperti obat macitentan yang tiap bulannya membutuhkan dana 45 juta. Begitupun bila tidak dapat ditangani dengan obat maka perlu transplantasi paru. Dan di Indonesia belum ada transplantasi paru.

Sejak 1 Juli 2012 mengumpulkan pasien-pasien dengan kecurigaan hipertensi paru. Dan sudah terkumpul 1.409 pasien yang mana 94 % dengan kelainan jantung bawaan yang sebagian tidak bergejala, 5 % hipertensi dengan paru yang primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hanya 1 % pasien hipertensi paru dengan latar belakang scleroderma, HIV, lupus.

Unlimited Hosting WordPress Developer Persona

Tahun 2015, dilakukan skrining pada 3 sekolah dasar. Ada yang namanya Yayasan hipertensi paru Indonesia. Januari 2021 dilakukan family skrinning pada pasien jantung bawaan. Ternyata banyak juga pasien yang di dalam keluarganya mengalami suatu kelainan jantung bawaan dan berjalan sampai sekarang. Hasil menyatakan dari 58 pasien jantung bawaan ternyata 7 dengan family jantung bawaan. Penderita jantung bawaan mayoritas perempuan sehingga ada juga yang datang ketika sang wanita hamil dan sebagian mengalami hipertensi paru.

Dari hasil ini, kita harus bergerak ke komunitas. Pernah dilakukan di tahun 2019 skrining pada ibu hamil dan ditemukan 2 ibu hamil yang memiliki jantung bawaan yang tidak bergejala. Lalu, kami melakukan skrining pada anak-anak kelas 3 SD. Namun, Anak-anak pasti akan takut dengan kabel-kabel ketika rekam jantung. Kami berdiskusi dengan spesialis anak dan skrining dilakukan pada anak kelas 1 SD. Karena sebenarnya jantung bawaan sudah ada sejak lahir.

Awalnya peneliti melakukan workshop terlebih dahulu ke dokter-dokter dan petugas kesehatan tentang prosedur EKG dan interpretasinya. EKG dan interpretasinya adalah skrining primer. Ketika menemukan suatu kelainan maka akan dikonfirmasi dengan skrining sekunder oleh radiologis dengan mengulang fisik diagnostic dengan melakukan USG jantung atau echocardiography.

Pada tahun 2015 melakukan penelitian terhadap 3 sekolah atau 370 anak dan saat skrining primer (gambaran EKG) dicurigai ada 50 anak dengan suara jantung yang abnormal. Dan setelah dilakukan skrining sekunder didapatkan 1 anak dengan penyakit PJP. Tahun 2018-2019 dilakukan pada 45 sekolah dasar atau 2.788 siswa dan saat skrining primer dicurigai ada 131 anak dan setelah dilakukan skrining sekunder dari 131 anak terdapat 14 anak. Tahun 2019-202 dilakukan pada 85 sekolah dasar atau 3.400 siswa dan saat skrining primer dicurigai ada 183 anak dan setelah dilakukan skrining sekunder dari 62 orang dicurigai 5 orang dengan penyakit PJP.

Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=V2vwOv0qpLo

Pages

Posts by category

My Templates

Ads

loading...
Share

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*