Salah satu permasalahan dalam pelayanan JKN adalah terjadinya miskomunikasi dan mispersepsi antara kewenangan medis dan kewenangan verifikator. Yang pada intinya terkait dengan kewenangan profesionalisme. Hal ini disampaikan pada diskusi panel acara seminar yang bertemakan Harapan Kenyataan dan Solusi Jaminan Kesehatan Nasional. Acara ini di selenggarakan oleh IndoHCF dan IKESINDO PERSI dan Rumah Sakit Gatot Subroto.
Menurut Dr. dr. Kusnaedi Priharto Sp.OT.,M.Kes, dalam pelayanan JKN terdapat sistem rujukan berjenjang yang dilakukan secara online, mulai dari Puskesmas berlanjut ke Rumah Sakit tipe D dan C sampai ke tingkat seterusnya. Akan tetapi, tidak semua penyakit dalam dapat dirujuk, karena tetap menjunjung unsur preventif dan promotif. Tidak semuanya bersifat kuratif, ada hal baru dalam pelayanan JKN yaitu pasien yang sudah tidak dapat ditangani penyakitnya. Hal ini harus diperhatikan karena besar kemungkinan penyakit ini memakan biaya besar, tetapi tingkat kesembuhan pasien sangat rendah karena penyakit sudah sulit untuk disembuhkan. Maka hal-hal seperti inilah yang harus diperhatikan oleh profesionalisme pelayanan agar jika terdapat kondisi pasien seperti ini tidak dapat dipaksakan untuk tetap menjalankan perawatan secara intensif dengan biaya pelayanan yang sangat besar.
Dalam masalah Manajemen Klinik, Nafsir Nugroho mengungkapkan bahwa tidak semua dokter memahami mengenai manajemen klinik, karena kebanyakan dokter datang ke Rumah Sakit melakukan pelayanan klinik yang diajukan oleh pihak manajemen tanpa adanya pendalaman sebelumnya. Padahal jika hal ini dilakukan secara musyawarah maka hal-hal seperti malpraktek akan mudah sekali untuk dihindari. Beliau juga memberikan masukan agar PERSI membuat workshop ataupun pelatihan sejenisnya untuk membahas mengenai good covered government karena banyak Direktur RS yang tidak memiliki pengetahuan mengenai manajemen rumah sakit yang tidak sesuai dengan UU RS bahwa Direktur harus memiliki kemampuan dan pengetahuan seperti itu karena hal ini bersifat mendesak. Kemudian mengenai mutu karena hal ini berhubungan dengan kendali biaya, karena erat hubungannya dengan pembagian biaya antara JKN dan Rumah Sakit yang sekarang terlihat hanya sepihak saja.
Daniel menerangkan bahwa masih banyak Rumah Sakit gagal dalam menangani dokter terutama pada Rumah Sakit Swasta karena dominasi dokter lebih besar. Dalam hal ini remunerasi berpengaruh besar dalam keberhasilan manajemen Rumah Sakit dalam mengatur Dokter di Rumah Sakit, budaya di era JKN menjadi pertimbangan yang serius untuk diubah. Dan Rumah Sakit yang belum terakreditasi menurut Kusnaedi, harus di akreditasi karena Indonesia harus memenuhi UHC maka akreditasi harus segera dilakukan agar terjadi UHC serta perpanjangan izin Rumah Sakit yang akan segera berakhir.
Kahirul mengungkapkan bahwa belum setuju pada apa itu profesionalisme dokter dan PMK 755 tahun 2011 jika dilakukan dengan baik maka akan terjadi profesionalisme kinerja, serta ketidaksiapan dalam era JKN yang terdapat perubahan paradigma yang berhubungan dengan pola piker, fee for service ke remunisasi, rehabilitasi dan kuratif ke preventif, team work karena implementasi di dalam PMK 775 adalah itu. karena tujuan untuk menjaga profesionalisme ada 3 yaitu kredibility, mutu profesi dan etika, profesionalisme dokter.
Kusnaedi menanggapi hal ini memang sangat berputar balik sekali, karena pada dasarnya dokter yang sejawat memang belum siap memasuki era JKN dimana disebuah puskesmas, dokter yang ada adalah dokter kuratif dan tidak jarang di puskesmas seorang epidemiolog ada. Hal inilah yang menghambat terjadinya perubahan dari kuratif ke preventif.
Menurut dr. Agus prihatno.Sp THT bahwa siapa yang mewajibkan remunerasi, karena dalam pelayanan THT sangat kecil tarifnya, sehingga bila dilakukan apapun tidak akan cukup. Karena tarifnya kecil, pihak rumah sakit meminta untuk tidak melakukan operasi pada pasien THT karena dapat merugikan keuangan Rumah Sakit, sehingga pasien disini sangat dirugikan karena tidak dapat pelayanan. Kuncuro berpendapat bahwa hal ini memang mendapat ketidakterimaan dari pihak Rumah Sakit terhadap peraturan Menkes, sehingga dalam hal ini Rumah Sakit Swasta masih banyak melakukan fee for service sendiri.
Berikutnya berbicara konsep INA-CBGs, diibaratkan sebagai pemborongan dengan cara kerja borongan dengan memperoleh nilai borongan X rupiah, dengan demikian manajer proyek harus memutar otak untuk analisa beberapa biaya proyek, karena hubungannya dengan bahan habis pakai agar tidak terjadi pembengkakan biaya. Karena didalam tindakan INA-CBGs adalah tindakan predictable, yang mana Rumah Sakit Swasta harus belajar memperdiksi dengan benar, jika kita mulai belajar pada saat tercapainya UHC maka kita akan mengalami kesulitan sendiri, jadi disinilah kesempatan kita untuk belajar dan terus belajar.
Dalam era JKN terdapat perbedaan antara persepsi antara tiap rumah sakit, sehingga terjadi banding-membanding antara rumah sakit sehingga terjadi protes dokter antara rumah sakit. Namun hal ini terjadi karena setiap rumah sakit memiliki perbedaan antara jumlah karyawan, jumlah pendapatan. Sehingga yang menjadi jalan penyelesaiannya adalah dari pihak rumah sakit harus terbuka mengenai data, jika tidak maka rumah sakit tidak akan maju. Menurut perwakilan DJSN bahwa JKN is Power karena purchacing is power berbicara disini, jadi reformasi pelayanan jika dilakukan oleh masyarakat internal maka 100 % akan gagal. Sekarang ada reformasi yang sangat sistematis yang berasal dari dunia kesehatan yaitu social security kemudian masuk ke dunia kesehatan.
Menurut Kusnaedi bahwa BPJS jika terus mengkeep datanya maka orang lain tidak akan bisa mengevaluasi BPJS, jadi keterbukaan data dari BPJS sangat penting dalam hal ini agar dapat berjalan dengan baik.
Sangat banyak bahasan yang didiskusikan dalam forum ini mengenai profesionalisme dokter vs kendali biaya dan mutu pelayanan JKN di Rumah sakit, yang hubungannya dengan peningkatan pelayanan dan profesionalisme kinerja dokter dalam pelayanan. Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya hal ini, sehingga diperlukan terobosan/inovasi baru sehingga perubahan paradigm yang baru di era JKN dapat diadaptasikan oleh pelaksana pelayanan agar tercapai UHC seperti yang diharapkan.
Penulis : Richo Aldi Giovani David. dalam diskusi Panel Profesionalisme Dokter Vs Kendali Biaya dan Mutu Pasien JKN di Rumah Sakit
Leave a Reply