Perlukah Evaluasi Kebijakan JKN untuk Mengatasi Equity ?

Menteri Kesehatan melalui dr. Donald Pardede mengingatkan bahwa Jaminan Kesehatan Nasional sebagai salah satu vertical untuk mencapai Universal Health Coverage sebagai satu kesatuan pembangunan kesehatan secara utuh dan berkesinambungan mulai dari melakukan promosi, preventif, kuratif dan rehabilitative sehingga bermanfaat secara merata dan berkualitas. Arah pembangunan kesehatan adalah paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional menuju Universal Health Coverage di tahun 2019. Dalam mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional penting untuk diperhatikan mengenai pemanfaatan JKN/KIS melalui akses terhadap pelayanan kesehatan, pembangunan sarana dan prasarana, suplai pelayanan kesehatan yang merata sehingga tidak ada gap antar daerah di Indonesia.

Menurut Donald, secara nyata dalam penerapan Jaminan Kesehatan Nasional telah terjadi peningkatan aksebilitas pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan pemerintah seperti Puskesmas dan Rumah Sakit namun sangat sedikit terjadi pada swasta. Sekarang menjadi pekerjaan rumah sekaligus menjadi tantangan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional adalah kesenjangan financial, kepesertaan, pembiayaan, sarana dan prasarana, sumber daya manusia, teknologi dan mutu pelayanan kesehatan. Suatu proses perbaikan dalam dinamika JKN akan berlangsung terus-menerus dan akan melibatkan aspek-aspek baik itu mobilisasi sumber-sumbernya dan menasionalkan manfaatnya.

Daerah Papua dan NTT akan tersembunyi dalam ratusan juta orang jawa, dan ini tidak akan muncul bila menggunakan equity. Satu kali visit di NTT dan satu visit di Jakarta tidak sama. Bila di Jakarta, orang bisa ketemu masuk kelas A dan B dengan mudah tapi berbeda bila di NTT yang masuk kelas B susah sekali dan kelas A tidak ada. Rasio klaim PBPU tinggi sekali sedangkan PPU dan PPI rendah sekali hanya 1 % jadi jatah masyarakat miskin pasti dipake orang kaya. Pajak yang susah-susah dikumpulkan masuk ke BPJS ternyata dipake oleh non PBI mandiri. Inilah yang menjadi salah satu isu ideologis.

Oleh karena itu, perlukah perbaikan kebijakan di Level UU ataupun di bawah Undang-Undang ?  Proses kebijakan dimulai penetapan agenda, perumusan kebijakan, penetapan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan adalah suatu yang alamiah dan perlu karena mempunyai berbagai masalah. Jangan disebut proses politik karena ini sesuatu yang tidak alamiah. Banyak yang berpendapat bahwa diperlukan perubahan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ascobat Gani menjelaskan Pasal 34 UUD 1945 negara yang mengembangkan Sistem Jaminan Sosial namun dalam UU SJSN tidak menjelaskan mengenai kompensasi oleh negara sehingga bertentangan dengan UUD 1945. Trias Wahyuni Putri Indra setuju untuk revisi pada level UU SJSN karena permasalahan yang dihadapi masing-masing daerah berbeda dan tidak bisa di seragamkan. Prof Alimin dari Universitas Hasanuddin mengatakan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda dan susah tercapai equity jika revisi undang-undang tidak dilakukan.

Unlimited Hosting WordPress Developer Persona

Berbeda dengan pendapat Chairul Radjab Nasution yang menyampaikan bahwa sekarang bukan saat yang tepat untuk mengubah undang-undang. Yang terpenting bagaimana menyesuaikan peraturan pemerintah, peraturan Presiden dan lainnya karena banyak peraturan yang tidak sinkron antara satu dengan yang lainnya. Tujuan yang ingin dicapai sekarang hanya untuk mengejar kuantitas bukan kualitas. Fakta di lapangan di temukan banyak terjadi permasalahan JKN terkait supply side dan kepesertaan. Oleh karena itu,  persoalan-persoalan yang ada dilapangan tidak sesuai bila harus mengubah undang-undang. Persoalan yang utama, salah satu poin utama adalah masalah rujukan berjenjang. Rujukan berjenjang sampai hari ini antara pemahaman BPJS dengan pemahaman yang diharapkan dalam surat keputusan menteri kesehatan masih berbeda. kalau dilihat sekarang, rujukan dari FKTP harus ke C atau ke D. Kadang kala seolah-olah ini menjadi suatu kewajiban sehingga tidak melihat jenis penyakit.

Donald Pardede menyampaikan banyaknya permasalahan diperlukan kepedulian dan keterlibatan semua pihak dalam melakukan evaluasi perbaikan baik pemerintah maupun stakeholder-stakeholder terkait dari IDI, PERSI dan lainnya. Kebijakan publik akan ada dinamika public. Sistem akan berjalan dengan baik jika semua stakeholder mencapai kesepakatan untuk memperkuat Sistem Jaminan Kesehatan. Penting di ingat bahwa evaluasi kebijakan dapat dikatakan berkualitas tergantung siapa yang akan melakukan evaluasi tersebut. Apakah yang akan melakukan evaluasi adalah individu, lembaga peneliti atau perguruan tinggi yang sangat independen.

Ascobat Gani mengatakan jika policy research, sangat bergantung dengan policy marker, user dan penelitinya. Sehingga diharapkan Pemerintah, BPJS Kesehatan, perguruan tinggi dapat bermitra dan bekerja sama dalam meningkatkan dan melakukan perbaikan dan penyempurnaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Penulis : Orisa Andani

Sumber : Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia VII

Pages

Posts by category

My Templates

Ads

loading...
Share

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*