Kecurangan (fraud) dalam JKN adalah tindakan yang disengaja dilakukan oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, penyedia obat dan alat kesehatan, untuk mendapat keuntungan finansial dari program jaminan kesehatan SJSN dengan melalui perbuatan curang (PERMENKES 36/2015). Sedangkan abuse atau fraud sebagai pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter yaitu melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien, membuat keterangan medik yang tidak didasarkan pada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut, ketidakjujuran dalam menentukan jasa medic. MKDKI dapat memberikan sanksi disiplin. Pada kasus ini untuk tenaga medis terutama dokter sanksi disiplin yang paling berat adalah dicabut ijin prakteknya atau STR untuk selamanya, dapat diartikan jika sudah dicabut ijin praktek dan STRnya, dokter yang melanggar tidak bisa menjalankan profesi sebagai dokter selamanya. Di Negara lain, sudah banyak memberlakukan sanksi profesi bukan lagi sanksi pidana terhadap tenaga medis yang melanggar aturan yang ada karena dianggap sebagai hukuman yang jera.
Contoh fraud yang dilakukan oleh oknum peserta BPJS Kesehatan yaitu membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibitas (memalsukan status kepesertaan) untuk memperoleh pelayanan kesehatan, memanfaatkan haknya untuk pelayanan yang tidak perlu (unneccesary services) dengan cara memalsukan kondisi kesehatannya, dan melakukan kerjasama dengan pemberi pelayanan kesehatan untuk memberikan pengajuan klaim palsu.
Contoh fraud yang dilakukan oleh oknum FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yaitu memanipulasi klaim pada pelayanan yang dibayar dengan secara nonkapitasi, menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi atau nonkapitasi sesuai dengan standar tariff yang sudah ditentukan.
Contoh fraud yang dilakukan oleh oknum BPJS Kesehatan yaitu melakukan kerjasama dengan peserta atau fasilitas kesehatan untuk mengajukan klaim yang palsu, menahan pembayaran ke fasilitas kesehatan atau rekanan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Potensi kecurangan atau fraud yang dilakukan oleh penyedia obat dan alat kesehatan yaitu tidak memenuhi kebutuhan obat atau alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan (tidak cukup tersedia di pasar terutama di daerah), dan potensi lainnya adalah tidak melakukan kendali mutu dan kendali biaya dengan tepat dan benar, kebijakan yang memberi peluang penggunaan obat mahal yang tidak banyak memberi keuntungan medis. Pada konteks ini apabila ada penyediaan obat dan alat kesehatan yang tidak memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya dengan benar akan diproses sesuai peraturan yang ada bukan hanya ujung tombaknya tetapi pembuat kebijakan juga akan diproses karena pembuat kebijakanlah yang membuat aturan yang mengakibatkan masalah dengan penyediaan.
Kecurangan provider FKRTL dapat berupa penulisan kode diagnosis yang berlebihan (upcoding), penjiplakan klaim dari pasien lain (cloning), klaim palsu (phantom billing), penggelembungan tagihan obat dan alat kesehatan (inflated bills), pemecahan episode pelayanan atau services (unbundling or fragmentation), rujukan semu (selfs-referals), tagihan berulang (repeat billing), memperpanjang lama perawatan (prolonged length of stay), memanipulasi kelas perawatan (type of room charge), membatalkan tindakan yang wajib dilakukan (cancelled services) dan melakukan tindakan yang tidak perlu (no medical value). (PERMENKES no.36 tahun 2015 tentang pencegahan kecurangan)
Pembuktian tindak pidana fraud dengan tujuan membuktikan adanya semua unsur tindak pidana tersebut, pidana tersebut dilakukan oleh terdakwa. Pembuktian yang paling sulit adalah membuktikan unsur sengaja atau unsur dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Pada beberapa keadaan juga pembuktian adanya atau tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf pada tindakan abuse atau fraud. Membuktikan “adanya kesalahan atau kelebihan nilai sehingga berakibat klaim tidak dapat dibayarkan sampai dilakukannya perbaikan” sangat berbeda dengan pembuktian adanya tindak pidana penipuan atau fraud. Terbukti adanya tindakan diagnostic atau terapi yang berlebihan belum tentu membuktikan adanya kesalahan, oleh karena mungkin terdapat alasan pemaaf mengapa dilakukan tindakan tersebut. Beberapa tindak pidana fraud dapat dibuktikan dengan relative mudah, seperti penggunaan identitas palsu, claim cloning, phantom billing, repeat billing dan cost sharing. Sementara itu, disisi lain juga terdapat tindak pidana fraud yang sukar pembuktiannya sehingga membutuhkan penyelidikan atau investigasi, misalnya upcoding, unbundling, cancelled services, no medical value, ketidak patuhan terhadap standard of care, unneccesary treatment, re-admisi. Aplikasi atau analisis data claim dapat menemukan bendera merah untuk ditindaklanjuti, tetapi perlu investigasi untuk membuktikan fraud. Aplikasi atau analisis data klaim menemukan keselahan koding, tetapi penyelidikan diperlukan untuk membuktikan unsur sengaja dan menghilangkan alasan ketidaktahuan atau ketidaksengajaan. Aplikasi atau analisis data claim menemukan fragmentasi atau unbundling tetapi penyelidikan diperlukan untuk membuktikan unsur sengaja dan menghilangkan alasan pembenar atau pemaaf. Aplikasi atau analisis data klaim menemukan readmisi tetapi penyelidikan perlu dilakukan untuk membuktikan unsur sengaja untuk menghilangkan alasan pembenar.
Pembuktian kesengajaan memiliki 3 janis yaitu dengan niat mengakibatkan, dengan kepastian bahwa tindakannya akan mengakibatkan, dengan kemungkinan bahwa tindakannya akan mengakibatkan. Yang harus diperhatikan untuk yang diduga pelaku “sengaja itu tidak hanya yang sengaja diniatkan saja, tetapi juga sengaja itu orang yang melakukan sesuatu padahal dia tau dengan melakukan itu sangat mungkin atau pasti akan terjadi sesuatu”.
Peran fraud investigator (Fraud Examiner) dapat merupakan anggota institusi penegakan hukum ataupun pegawai suatu perusahaan yang memerlukan keahlian pencegahan, deteksi dan penindakan (non pidana) pelaku fraud. Fraud investigator yang merupakan aparat penegak hukum yang sudah jelas di Indonesia yaitu penyidik. Kompetensi fraud examiner diperlukan oleh fasilitas kesehatan yang besar, terutama dengan SDM yang tinggi dan atau potensi fraud tinggi untuk kepentingan internal.
Penulis : Galih Utami Suryaningsih. Penindakan Fraud di JKN-Proses Pembuktian Fraud dan Peran Investigator.
Leave a Reply