
Pendidik itu bercahaya. Pendidik membawa aura tersendiri. Tidak banyak orang yang pekerjaannya berinteraksi dengan orang lain secara terus menerus seperti pendidik. Karena inti pendidikan adalah interaksi antar manusia. Pendidikan adalah tentang masa depan. Pendidikan adalah tentang menyiapkan generasi baru. Dan pendidikan tidak membentuk melainkan menumbuhkan.
Tantangan terbesar adalah meningkatkan kemauan belajar bukan meningkatkan kemampuan karena itu bisa dilakukan. Karena itu, karakter yang harus dimiliki oleh pendidik adalah karakter pembelajar. Bila pendidiknya pembelajar insyaalloh anak didiknya bisa jadi pembelajar. Pendidik harus merasa “saya harus belajar”. Maka ambillah hikmah disetiap proses pembelajaran. Disitulah kita bisa menjadi pembelajar. Karena pendidik memiliki kesempatan mengambil hikmah yang luar biasa sekali.
Lalu, bisakah pendidik digantikan dengan teknologi ? Atau pertanyaannya diganti menjadi pendidik seperti apa yang bisa digantikan oleh teknologi ? Pendidik yang mengajarnya repetitif, mekanistik. Dari semester ke semester itu terus. Sebenarnya cukup bisa di rekam dan dilihat rekamannya. Tapi pendidik yang menginspirasi, pendidik yang mencerahkan, pendidik yang datang dengan hati maka teknologi apapun tak akan bisa menggantikannya. Kita termasuk pendidik yang mana ?
Bagaimana mengetahui pendidik yang tipe ke dua (menginspirasi, mencerahkan, mengajar dengan hati) ? Masih ingatkah Anda dengan nama guru-guru saat SD, SMP, SMA, Kuliah ? Mungkin lupa. Kalau begitu, coba sebutkan 2 guru saja. Seperti apakah 2 guru tersebut ? Pastilah guru tersebut tipe yang menginspirasi atau tipe yang menyebalkan. Jadi penandanya mudah yaitu diingat atau tidak oleh anak didiknya.
Untuk para pendidik, jawablah pertanyaan mendasar ini “apakah saya datang ke kelas dengan kebaruan tiap hari? Apakah saya datang ke kelas meninggalkan bekas setiap hari? Apa sesuatu yang baru yang harus saya lakukan terus menerus?”. Bila pendidik melakukan itu terus menerus, maka anak didik akan menjadi anak yang kreatif, inovatif karena pendidiknya mestimulasi kebaruan terus menerus. Anak didik yang tidak kreatif, ia akan monoton terus. Pendidik yang pembelajar, kreatif dan inovatif maka ia tak memikirkan terlalu rumit soal fasilitas. Fasilitas apapun ia bisa ubah menjadi tempat untuk pembelajaran yang penuh dengan kebaruan.
Umpamakan anak didik sebagai bibit. Ketika masih biji maka ia tidak akan kelihatan batang, daun, dan akarnya. Sehebat apapun sebuah biji, ia tidak akan kelihatan seluruh komponennya. Nanti ketika ia sudah tumbuh berkembang barulah akan terlihat batang, daun, buah, bunga dan akarnya.
Kadang kita melihat biji seperti melihat tanaman yang lengkap. Lalu kita ingin biji ini memiliki semuanya (batang, daun, buah, bunga, akar) tapi tak bisa. Biji akan menjadi tumbuhan lengkap, butuh waktu dan proses penumbuhan. Biji yang baik membutuhkan lahan yang subur yaitu (1) di rumah, (2) di sekolah dan (3) diantara rumah dan sekolah (lingkungannya). Jadi pendidikan seperti menumbuhkan biji tersebut.
Anak didik adalah anak abad 21, Pendidiknya abad 20, ruang kelasnya abad 19. Mengukur keberhasilan anak sekarang bukan dilihat hari ini melainkan besok. Jangan puas dengan ukuran hari ini dan siapkan masa depan.
Ada 3 komponen mendasar yang diakui dunia yaitu
(1) akhlak / karakter. Karakter ada dua yaitu karakter moral (iman, takwa, jujur, rendah hati) dan karakter kinerja (kerja keras, ulet, tangguh, tak mudah menyerah). Kita tidak ingin anak yang jujur tapi malas atau kerja keras tapi culas. Akhlak adalah kebiasaan. Bersih itu karakter tapi hasil dari kebiasaan. Disiplin adalah kebiasaan. Karena itu prosesnya harus pembiasaan menggunakan contoh. Karakter tidak dibentuk melainkan ditumbuhkan. Seperti bibit ditaruh di pot lalu diberi air yang cukup, diletakkan ditempat tertentu, mau diarahkan tumbuh ke kanan dan kiri mengikuti arah matahari. Inilah yang namanya rangsangan. Pendidikan adalah proses pembiasaan. Sehingga pendidik harus berkarakter.
(2) kompetensi. Kompetensi ada empat yaitu berfikir kritis, kreatif, komunikatif, kolaboratif (kerjasama).
(3) Literasi (keterbukaan wawasan) yaitu baca, budaya, teknologi, dan keuangan. Inilah proyeksi kebutuhan untuk anak didik saat ini.
Jangan lagi tanyakan pada anak didik “kamu mau jadi apa” tapi tanyalah “nanti kamu mau membuat apa”. Profesi yang diketahui hari ini belum tentu besok (masa depan) masih ada. Jadi Institusi pendidikan jangan terpukau dengan cerita masa lalu. Gelisahlah dengan masa depan. Gelisahlah dengan sekolah dunia hari ini.
Kemenangan dipersiapkan di ruang-ruang keluarga dan di ruang-ruang kelas. Disitulah kebangkitan umat akan terjadi. Bila ini dikerjakan dengan serius maka anak didik akan siap menghadapi apapun.
Sumber : Anies Baswedan
Leave a Reply