Minggu, 4 Juli 2021 pukul 11.38 WIB, mama WA “Papa tidak mau makan Is”. Kami sangat paham kalau papa nggak mau makan berarti pertanda papa sakit beneran. Mama WA lagi jam 15.10 “Is mama panik. Papa tetap nggak mau makan”. Malam jam 18.54 panas papa sudah turun. Masih belum ada di pikiranku bahwa papa terkena covid karena aku kira hanya panas dan masuk angin makanya nggak mau makan.
Senin, 5 Juli 2021, Om nash meminta mama untuk bawa papa tes swab. Tapi papa nggak mau di tes swab. Alhasil, om Nash pulang ke Tegal dari Jakarta. Alhamdulillah senin sore, om Nash sampai rumah di Tegal. Mama WA ke Ais “Nash koq nggak mau lepas masker di rumah, Is. Mama jadi gemetaran”. Itulah bu Hartinah. Akan syok kalau ada yang tak biasa. Aku hanya bisa menenangkan dengan bilang “Kan Nash dari Jakarta, Ma. Bisa aja nash bawa virus dan jangan sampai nularin mama papa”. Mama mencoba mengerti. Padahal om Nash udah bilang di grup keluarga kalau sebelum ke Tegal, tes swab dulu dan alhamdulillah hasilnya negatif.
Selasa, 6 Juli 2021 papa masih nggak mau di tes swab. Hingga akhirnya om Nash pake cara jitu supaya pak Salim mau yaitu bawa-bawa nama cucu “Pa, mau nggak ke Jakarta lihat cucu?”. Papa jawab “mau”. Lalu om Nash bilang tapi syaratnya harus tes swab. Akhirnya Papa mau swab. Pukul 17.40 WIB, Mama WA kirim foto papa mama sedang di swab. Aku begaya menenangkan bilang insyaalloh papa mama negatif. Ba’da Maghrib, mama WA lagi “gimana ini nak. papa positif”. Rasanya tuh bercampur aduk dan hanya bisa digambarkan dengan menetesnya air mata ini. Hanya beberapa menit, lalu ku usap air mata dan langsung mencoba menguatkan diri karena tahu bahwa menangis tidak menyelesaikan masalah tapi harus di hadapi. Aku balas wa mama “tunggu Ais ya ma, Ais besok malam (rabu malam) pulang”. Selasa malam, aku urus semua pekerjaan yang harus aku selesaikan sampai rabu malam karena aku tahu kalau sudah di Tegal, aku nggak mungkin akan fokus lagi. Aku pesan tiket travel dan melobi rekan kerja ku untuk mau menggantikanku ngajar praktikum di semester 6. Tapi karena ribet alhasil aku batalkan dan ganti rekan kerja yang lain. Alhamdulillah pak Ronald bisa menggantikan. Aku juga list barang-barang apa saja yang harus aku beli persiapan selama isoman di Tegal dengan tanya teh qq (istrinya om Nash) dan packing.
Rabu pagi jam 06.30 sudah keluar kost untuk selesaikan semua urusan mulai beli baju hazmat, oxymetri, disinfektan, masker, handscoon, sanitizer, lalu ke rumah bu Uswatun ambil berkas LKD, nguji skripsi Orisa, ke rumah bu Ika minta tanda tangan LKD. Rabu siang, om Nash telp aku “Ais jadi ke Tegal ?”. Ais jawab “iya”. Om Nash bilang lagi “tapi kamu nanti bisa resiko tertular ya dan terima konsekwensinya isoman juga”. Ais cuma jawab “Ais udah beli APD”. Jujur memang ada rasa takut tertular karena kan ga lucu masa pulang ke rumah untuk meringankan beban mama tapi bisa aja malah susahin mama. Tapi yang lebih buat aku takut adalah bu Hartinah. Aku sangat tahu bahwa bu Hartinah butuh Aku. bu Hartinah yang kalau panik selalu ngajak-ngajak orang jadi harus ada yang menemani untuk menguatkan. Om Nash emang paling doyan bikin nakutin. Beda ama mba evi yang saat tahu aku akan pulang, mba evi cuma bilang “Bismillah nawaitu untuk mama papa ya Is”. Rabu sore papa bilang di grup WA keluarga “Ais jangan ke tegal ya”. Ais langsung WA mama “Mama, ais boleh pulang ya. Mama pasti butuh ais kan ya”. Mama sebenarnya ingin Ais pulang tapi mama balas WA “ikuti papa mu, nak”. Aku tahu om Nash sedang nasehatin papa untuk acc Ais pulang. Dan benar. Papa wa lagi dengan bilang “oke Ais di tunggu di tegal ya”. Rasanya tuh jalanku jadi lebar. Restu udah di dapat. Tapi ternyata Alloh berkehendak lain. Travelnya gak jadi berangkat katanya ada penutupan jalan. Baru bisa berangkat kamis pagi. Tapi Alloh paham kondisiku. Alloh tahu sebenarnya badanku gak fit kalau harus pulang rabu malam ini. Aku pun istirahat dengan harapan besok kamis pagi sudah sehat sampai di Tegal.
Kamis pagi jam 09.00 aku di jemput travel. Bisa dibayangkan sopirnya nggak mau pake masker padahal udah aku bilangin. Selama perjalanan ada sedikit hambatan yaitu jalan ke pekalongan di tutup jadi harus lewat jalan tikus dan sopirnya ga tahu. Tapi entah kenapa pertolongan Alloh datang. ada bapak yang tahu mobil kami bingung dan diarahkan jalan. hingga ketemu mobil pick up yang platnya G. Kami pun bilang ikuti mobil itu aja. Kami ikuti dan benar Alloh permudah. Alhamdulillah sampai tegal lancar. Sampai di rumah sore sekitar jam 16.30. Aku bingung harus bagaimana. Aku yang biasanya nyampe rumah langsung cium tangan mendadak bingung karena papa ada di dalam kamar. Yang bikin air mata menangis adalah ketika harus makan terpisah. Mama bawakan nampan isi makanan seperti untuk pasien dan papa makan sendirian. Cuma bisa nangis di dalam kamarku. Tapi setelah itu langsung berhenti dan aku harus kuat.
Aku begaya WA papa “Pa, kalau mau dipijitin, bilang ya. Nanti Ais ke kamar papa”. Padahal aku yo takut mau masuk kamar papa. Mikir dulu apa nanti masuk kamar papa pake baju hazmat. Hahaha. Eh papa balas “Gak usah nak. pijitin mama aja. Mama lebih cape”. Baca chat balasan papa, hatiku tenang. Aku pun masuk ke kamar mama. Mama kaget lihat aku pake masker. Aku mencoba menenangkan dengan bilang “Tadi sopir travelnya gak pake masker ma. Jadi bisa aja ais bawa virus dan nularin mama yang negatif”. Mama pun paham.
Selama isoman banyak yang terjadi. Aku benar-benar fokus hanya urus mama papa. HP ditinggal di kamar. Jadi kalau aku balas WA pertanda aku ada di kamar. Kalau balas lama, artinya lagi urus mama papa. Bahkan saat ada WA mahasiswa minta ujian skripsi tanggal 15 Juli, aku balas untuk ganti penguji. Pak Antok sampai WA aku “ada apa koq ganti penguji”. Aku tahu kalau ganti penguji nanti akan panjang lagi jalannya. Alhasil aku acc mau jadi penguji.
Mohon dimaafkan bila Ais nggak bilang siapapun kalau pak Salim sakit. Karena prinsip keluarga kami, tidak perlu mengumbar tentang sakit atau kesedihan ke orang-orang. Cukuplah kesyukuran dan kebahagiaan yang dibagikan ke orang-orang. Bagi kami, cukuplah Alloh sebagai penolong kami.
Dan alhamdulillah 17 Juli 2021 ini, kami sekeluarga sudah tes swab dan negatif. Ais bersiap ke Jogja minggu besok karena ais tahu ada amanah pekerjaan yang menunggu Ais.
Hikmah terdalam dari sakitnya pak Salim ini adalah kalau punya keinginan untuk orangtua segera di tunaikan. karena bila tidak, kita tidak tahu Alloh akan menggunakan cara lain untuk bisa menunaikannya. Seperti om Nash yang katanya mau pulang di hari ulang tahunnya 28 Juni tapi nggak jadi ke Tegal. Alhasil ke Tegal saat papa sakit. Begitupun aku yang punya janji pada papa mama tapi belum dipenuhi dan akhirnya terpenuhi saat ini ketika papa sakit.
Terimakasih Alloh karena Engkau selalu ada untuk keluarga kami. Terimakasih Alloh karena Engkau selalu menolong keluarga kami. Alloh terlalu amat sangat sayang pada keluarga kami.
Dear mama, terimakasih sudah jadi istri terhebat untuk papa. Ais masih ingat kata-kata mama yang bilang “mama hanya ingin berbakti dan melayani papa”. Sejak isoman, mama sering banget bilang “mama sayang papa”. Mama yang urus langsung semuanya untuk papa. Terimakasih mama untuk cerita-cerita masa kecil mama yang sulit. Mama yang dulu pernah hanya makan nasi dan garam. Ais sama sekali belum pernah ngerasain makan nasi dan garam karena mama punya prinsip kalau anak-anak mama nggak boleh susah kaya mama. Sangat bersyukur karena kejadian sakitnya papa, Ais belajar banyak jadi sosok istri dan ibu dari mama…
Dear papa, terimakasih karena sudah kuat melawan sakit ini. Papa jangan lupa janji ama Ais untuk memegang tangan laki-laki pilihan Alloh di akad nikah Ais. Papa jaga kesehatan ya.
Ais sayang mama papa…
Leave a Reply