
Masih ingat pakaian Nadiem saat pelantikan rektor UI ? Nadiem terlihat beda sendiri. Jadi terlihat hanya lucu / aneh.
Dik Nadiem, Umar Bin Khatab itu orang yang paling sederhana dalam berpakaian, kesederhanaannya bukan karena ia tak mampu membeli pakaian yang bagus, sebab sejatinya ia pun orang yang (sebenarnya kalau mau) ia kaya raya dan bahkan kita tahu ia adalah penguasa wilayah yang sangat luas.
Ia memang sederhana karena takutnya pada Tuhan yang ia yakini. Namun suatu kali, datanglah seorang hamba sahaya datang ke rumah Umar dengan pakaian lengkap berupa gamis, serban dan kafiyeh (tutup kepala). Umar yang kala itu hanya berpakaian biasa, segera bergegas ke dalam rumah, dan beliaupun memakai serban dan tutup kepala.
Bagi Umar, berpakaian adalah penghormatan. Jika yang akan menemui berpakaian lengkap, maka Umar berpendapat ia pun harus mengimbangi, sebagai wujud hormat.
Dik Nadiem yang saya sayangi, Tak ada yang terlalu keliru dengan pakaianmu, hanya kuran tepat saja. Yang menunggumu, telah siap dengan pakaian terbaik yang bisa dikenakan, maka akan baik jika dirimu pun mengimbanginya.
Kurangilah ego-mu, selalu ada adab yang harus dirimu fahami, termasuk adab di altar akademik.
Di Altar akademik, betapapun dirimu akan merubahnya, ada tradisi yang terpelihara, yang sudah ada sejak sebelum engkau dilahirkan, satu di antaranya adalah berpakaian terbaik bahkan terindah saat mengikuti prosesi di Altar akademik.
Tradisi berpakaian itu, Bapakmu mengikuti, atasanmu mengikuti dan banyak orang cerdik pandai lain pun mengikuti. Mengikutinya bukan berarti tak berkemajuan, melainkan memahami adab dan tradisi yang syahdu.
Dik Nadiem, pendidikan itu bukan seperti gojek atau aplikasi lainnya, yang orang bisa bertransaksi tanpa sentuhan fisik, atau tak peduli siapa yang ada di belakangnya.
Dik Nadiem, saya percaya dirimu punya hasrat dan gairah yang besar memperbaiki sistem pendidikan di negeri ini. Aku doakan untuk itu. Aku titip saja, sebelum kita bicara hal instrumental pendidikan, ada baiknya dirimu dalami hal yang substansial. Aku titip jangan buat pendidikan menjadi mesin materialisme, sebab biar bagaimana pun kakekmu dan pendiri bangsa ini membangun pendidikan; lebih dari sekedar bagaimana bekerja setelah lulus, tetapi bagaimana menjadi manusia yang berkemanusiaan yang adil dan beradab setelah menyelesaikan pendidikannya.
Selamat berjuang Dik!
Salam, Kakakmu yang mungkin juga bawahanmu.
Yudha Heryawan Asnawi. Seorang dosen
Leave a Reply