Menulis kisah hidup adalah seni menyampaikan pesan kehidupan. Hal ini merupakan tugas yang tak mudah. Perlu kejelian dalam menghadirkan ramuan pemikat dalam bentuk tulisan. Beberapa pembagian dalam penulisan kisah hidup adalah biografi, autobiografi dan memoar.
Biografi adalah kisah hidup seseorang secara utuh, dimulai sejak lahir hingga dewasanya atau hingga dia meninggal dunia. Bukunya ditulis oleh orang lain, tentu saja. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang penceritaan orang ketiga.
Autobiografi adalah kisah hidup seseorang secara utuh sejak lahir hingga dewasanya, namun ditulis oleh orang itu sendiri. Sudut pandang pengisahannya adalah sudut pandang orang pertama yakni “aku” atau “saya”.
Kesabaran dan kepekaan adalah modal utama seorang penulis kisah hidup. utama seorang penulis kisah hidup. kesabaran akan membantu kita untuk tak tergesa-gesa sedangkan kepekaan akan membantu kita untuk menangkap hal-hal detail. Mengapa peka menjadi penting ? Karena menjadi penulis kisah hidup, berarti kita harus peka untuk menyelami setiap detak alur kehidupan narasumber. Sedangkan memoar hampir mirip dengan biografi dan autobiografi, karena sudut pandang pengisahan menggunakan orang pertama, namun memoar tidak utuh memuat kisah hidup seseorang, alias hanya sepenggal kisah yang benar-benar penting sebagai catatan peristiwa di masa lampau.
Apa maksud dari terlalu terpaku dengan data ? Misalkan, kita sudah melakukan wawancara dan sudah mengumpulkan informasi-informasi tambahan dari beberapa buku dan juga googling. Setelah itu, kita hanya merapikan urutan kisah hidupnya dan memaparkannya secara datar. Mulai dari lahir hingga sekarat. Itu akan membosankan. Buku tak akan memiliki jiwanya. Kosong. Membosankan. Dan tentu saja, tak ada pesan kehidupan yang bisa digali oleh pembaca.
Untuk melakukannya, butuh kemampuan story telling yang sangat kuat. Itulah mengapa, tak banyak penulis kisah hidup yang berhasil di negeri ini. Kebanyakan gagal menyajikan kisah hidup yang enak, renyah dan menggemaskan karena terlalu terpaku dengan data. Kita lupa bahwa tugas penulis kisah hidup adalah penyampai pesan kehidupan.
Menulis kisah hidup bukanlah sebuah tulisan yang berisi tentang rangkuman data, namun lebih mengenai penyampaian pesan-pesan kehidupan kepada lebih banyak orang. Itulah yang membuat perbedaan enak tidaknya ketika dibaca, antara satu buku kisah hidup dengan buku lainnya.
Pembeda tersebut membutuhkan kemampuan seorang penulis kisah hidup dalam mengolah data-data yang ada menjadi susunan kalimat yang memiliki tujuan untuk mentransfer pesan-pesan kehidupan dari narasumber untuk hadir dengan cara yang sangat halus kepada benak pembaca.
Tujuan utama dari menulis kisah hidup adalah menyampaikan pesan-pesan kehidupan seseorang kepada khalayak, dan pesan-pesan kehidupan itu tidak akan sampai dan bisa diterima dengan baik oleh pembaca, kalau kita menyampaikannya dengan cara yang membosankan sekaligus njlimet.
Menulis kisah hidup adalah bagaimana kita menyelami detak kehidupan narasumber lalu mengalirkan pesan-pesan kehidupannya kepada orang lain. yakni pembaca. Kita sebagai penulis adalah penyampai pesan itu. Kita harus pandai-pandai menyampaikkannya dengan memikat. Jika tidak, pesan itu akan ditinggalkan.
Jadi, saat sebuah buku dengan tema kisah hidup menjadi jelek, bukan salah narasumbernya yang tidak menarik, akan tetapi karena penulisnya gagal menyampaikan pesan kehidupan dengan anggun dan memikat.
Makanya menjadi penulis kisah hidup berarti kita tahu apa saja kesulitan yang narasumber hadapi, kita tahu bagaimana karakternya. Dan dari semua hasil interview itu, kita masih harus meramu lagi menjadi sebuah kisah hidup yang memiliki jiwa. Kita gabungkan semuanya. Kita olah, kita berikan nyawa. Tidak asal menempel dan menaruh data.
Sumber : intagram lingkarpenulis
Leave a Reply