Ada kisah nyata seorang suami yang melarang istrinya bertemu dengan teman-teman semasa di sekolahnya dulu. Ada apa gerangan dengan suami ini? Childish kah sang suami? Penasaran kenapa dia memutuskan silaturahim istrinya dengan teman-temannya dulu. Dalam hatiku berkata, “kasiannya si istri”. Saya berusaha berprasangka baik dengan sikap si suami ini. Dan hari ini saya tahu jawabannya. Siapa yang memberitahu saya? Allah SWT. Allah SWT akan selalu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita. Allah SWT memberikan jawaban di setiap kejadian hidup kita. Termasuk kejadian saya dengan teman-teman saya.
Lalu apa jawabannya? Jawabannya adalah sang suami ingin menjaga hati istrinya. Kita tidak tahu bagaimana sifat istrinya. Dan sang suami lah yang lebih paham tentang istrinya. Suaminya akan takut bila nanti sang istri bertemu dengan teman-temannya, hati sang istri malah akan terluka oleh teman-temannya. Ini jawaban dari prasangka baik saya. Karena saya mengalaminya sendiri. Seperti yang pernah saya bilang, kita akan lebih bisa merasakan bila kita telah mengalaminya.
Saya memiliki grup WA dengan teman-teman sekolah saya. Dan kemarin malam saya memutuskan untuk left dari grup WA tersebut. Sebelum saya left dari grup WA, terlebih dahulu beberapa teman saya left. Berbagai alasan diungkapkan mulai dari hp jadi cepat lowbat, habis-habiskan quota internet, tidak nyaman dengan pembicaraan di grup, bunyi-bunyi terus. Ada bahkan yang mengatakan bahwa grup WA ini banyak mudharatnya.
Wuah koq berat ya alasannya left karena grup WA banyak mudharatnya. Saya yang admin grup WA ini merasa bingung dan bertanya-tanya. Dan kini saya tahu maksud dari teman saya ini yang mengatakan bahwa grup WA ini banyak ada mudharatnya.
Kemarin lusa grup WA ramai karena teman-teman di grup WA ramai-ramai membully saya. Awalnya saya menganggap tidak apa-apa setidaknya saya dapat pahala karena mereka jadi senang mengolok-ngolok saya. Saya kira pembullyan telah berakhir. Ternyata masih berlanjut keesok harinya. Saya sudah merasa tidak nyaman dan malah semakin ramai. Dan saya berpikir bila saya left dari grup, saya bisa memberikan efek jera dan bisa berhenti membully saya karena saya sudah left dari grup WA. Sebelum left, saya tidak memberi pesan apapun di grup. Saya langsung left.
Sebenarnya saat saya left dari grup, saya baik-baik saja. Saya tidak merasa tersinggung atau tidak marah atau tidak suka pada seseorang. Karena rencana saya bila keadaan sudah pulih, saya akan kembali ke grup lagi. Ini sebagai bentuk tanggungjawab saya yang bertugas mencari nomor teman-teman sekolah yang belum ketemu.
Banyak japri ke WA saya yang menanyakan alasan left nya saya dari grup. Saya diamkan tak menjawab karena saya tahu kalau saya menjawab bisa saja saya membuat tersinggung dengan kata-kata saya. Dan akhirnya ada teman saya yang japri ke WA saya dengan mengatakan “Hmmm.. ternyata gak kuat juga..”. Dengan menambahkan emotion tertawa terbahak-bahak. Astaghfirullah. Karena tulisan itu, saya tidak habis pikir dengan pikiran teman saya ini. Sepertinya dia senang bila saya di bully. Dan yang membuat sedih, kenapa tidak ada satupun yang membantu saya atau mengakhiri pembullyan ke saya ini. Saya pun mengambil sikap dengan tegas bahwa saya memang harus menghindar dari teman-teman di grup saya ini. Saya harus menjauh dari semua teman-teman saya ini.
Saya memutuskan untuk meninggalkan teman-teman saya ini karena ingin menjaga hati semua orang. Saya bukan anak yang kebal bila ada yang meledek saya. Saya bukan anak yang tahan banting dengan omongan-omongan tak enak. Saya lebih baik menghindar dan tutup telinga untuk menjaga hati saya. Saya pun tidak ingin menyakiti teman saya dengan mengatakan kata-kata yang kasar. Karena saya tahu kalau saya sedang marah, saya akan bisa saja berkata yang membuat orang tersinggung.
Saya memberikan pesan terakhir ke teman saya bahwa saya menyesal berteman dengan kalian. Pesan saya ini sebagai bentuk kekecewaan saya pada teman-teman saya. Saya lebih baik tidak memiliki teman daripada memiliki teman tapi yang bisa menyakiti hati saya. Saya harap teman-teman yang membaca tulisan saya ini bisa memahami keputusan saya ini. Bila ada yang tidak suka dengan tulisan saya ini, silahkan hapus nama dan nomor HP saya.
Apapun keputusan yang saya buat, saya akan bertanggungjawab termasuk berhenti berteman dengan semua teman-teman sekolah saya. Sesungguhnya yang tahu saya adalah saya sendiri bukan teman, keluarga, saudara atau ustad sekalipun. Ampuni saya, Allah SWT ku. Ampuni saya, atas keputusan saya ini. Ampuni bila saya memutuskan silaturahim ini. Engkau tahu bagaimana kondisi hati ini. Engkau tahu bila hati ini akan lebih baik bila tidak berdekatan dengan teman-teman sekolah saya ini. Maafkan atas sikap saya ini, teman-teman saya. Maafkan saya yang tidak bisa memahami kalian.
Saya memaafkan semua teman-teman sekolah saya ini tapi mohon maaf bila saya tidak bisa melupakan apa yang telah dilakukan terhadap saya. Alhamdulillah Allah SWT tidak memberi saya tempat untuk membenci orang di hati saya. Cara Allah SWT untuk saya adalah lebih baik menjauh atau tidak bertemu lagi dengan teman-teman saya.
Sejatinya, teman yang baik tidak akan menyakiti hati temannya walau itu hanya becanda. Tidak ada kata becanda dalam pertemanan. Dan jangan becanda berlebihan karena akan menimbulkan permusuhan.
Saya ingat dengan tulisan di instagram “beberapa orang tidak sadar bahwa mereka perlahan-lahan berubah menyerupai siapa yang mereka temani. Maka carilah teman yang kau yakini akan membawamu pada kebaikan”.
Kadang teman yg sudah terlalu dekat tidak sadar telah melewati kewajaran..