
Beberapa fakta menjelaskan bahwa penyebab defisit adalah mismatch antara pendapatan iuran dan beban manfaat, premi kepesertaan berada dalam posisi underpriced, besarnya jumlah tunggakan pembayaran iuran kepesertaan, deteksi fraud yang masih lemah, dan besarnya biaya pelayanan kesehatan yang disebabkan banyaknya penduduk yang menderita penyakit kronis. Kenaikan iuran yang berkala diharapkan dapat menutup defisit namun kolektibilitas iuran peserta terutama untuk segmen PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) belum optimal.
Tidak hanya itu, masih terjadi kesenjangan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Hal ini karena adanya kesenjangan geografis. Pertumbuhan Rumah sakit di Regional 1 (Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten) semakin cepat. Sedangkan Rumah sakit di provinsi papua terlihat stagnan. Begitupun ketersediaan tempat tidur di rumah sakit mengalami kesenjangan antara DKI, Yogyakarta, NTT dan Papua. Penyebaran Dokter SPJP masih terpusat di Pulau Jawa dan daerah maju sedangkan Papua Barat, Papua, Bengkulu dan daerah dengan kemampuan fiscal rendah masih memiliki jumlah dokter SPJP yang kecil. Iuran dan beban JKN di kabupaten Malaka terjadi surplus namun terjadi defisit di Yogyakarta.
Kunjungan peserta JKN ke fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut didominasi oleh kelompok peserta non PBI baik dari peserta maupun kunjungan. Berdasarkan klaim biaya layanan tahun 2016, regional 1 (DKI, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten) lebih banyak mengakses layanan kesehatan. Sedangkan Regional 5 (Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku Utara, Papua Barat, Papua) belum banyak mengakses layanan kesehatan. Segmen PBPU dan BP (Bukan Pekerja) di Regional 1 lebih banyak mengakses dan memanfaatkan layanan jantung. Regional 5 (Kepulauan Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua) belum banyak mengakses layanan jantung. Segmen PBPU, BP, PPU memiliki rerata biaya layanan lebih besar dari rerata beban pelayanan untuk segmen PBI APBN.
Pada tahun 2016, portabilitas kunjungan keluar provinsi (migrasi keluar) layanan kesehatan ke RS Kelas A (Rujukan keluar dari provinsi asal) oleh peserta JKN didominasi oleh peserta di provinsi jawa tengah, jawa timur. Rasio peserta JKN yang mengakses layanan keluar daerah asal pun didominasi oleh kelompok peserta non PBI dari jenis peserta PBPU, BP dan PPU. Segmen PBPU dan PPU menjadi segmen terbanyak melakukan migrasi keluar untuk pelayanan kesehatan. Portabilitas masuk ke DKI Jakarta untuk layanan jantung pada kelompok non PBI mendominasi dan kelompok PBI yang dapat mengakses layanan jantung hanya datang dari provinsi Jawa dan sebagian kecil dari daerah lain.
Sumber : https://kebijakankesehatanindonesia.net/4102-Implikasi-Perpres-64-2020
Leave a Reply