
Apakah kamu termasuk orang yang mudah BAPER saat berkomunikasi? Apakah kamu pernah memblokir sosial media orang yang membuatmu BAPER dalam berkomunikasi? Apakah kamu selalu meRASA benar dalam membangun komunikasi dengan orang lain? Apakah kamu pernah menjadi korban peRASAan sensitif dirimu sendiri akibat terjadi kesalahan persepsi dalam berkomunikasi? Apakah kamu pernah mengalami hidung tersumbat, sinusitis, sakit pundak dan gejala simptom lain yang mengganggu fisik setelah memendam benci, merasa benar sendiri, mudah tersinggung, dan mudah menyalahkan orang lain?
Silakan kamu ukur secara JUJUR dengan menggunakan skala mulai dari 0-10. 0 berarti tidak pernah sama sekali, 10 berarti sedang merasakannya.
Seorang klien dari Bunda Susan pernah mengalami sinusitis selama 8 bulan lamanya. Dia tidak pernah bisa mencium anaknya karena tidak bisa membau indera penciumannya. Bahkan saat anak ketiganya lahir, ia tak boleh mencium anaknya karena sinusitis yg dideritanya. Menyedihkan bukan? Ibu mana yang tidak sedih!. Meski tak bisa mencium bau, justru orang di sekitarnya mencium bau tidak sedap dari penderita sinusitis. Anda tahu? Setelah dideteksi secara mental, penyakit itu muncul ketika dia berselisih dengan adiknya. Dia memendam kekesalan yang sangat dalam pada adiknya.
Singkat cerita setelah menyadari bahwa dia telah egois karena meRASA benar, dia pun menghubungi adiknya via telepon dan mengatakan “adek, kakak minta maaf yaa. kakak yang salah. kakak kangen sama adek”, komunikasi yang selama ini tidak ada, terbangun kembali. Justru satu sama lain malah saling minta maaf.
Lalu keajaiban apa yang terjadi? Tak lama setelah saling menangis di telepon, klien tersebut merasakan ada yang meluncur seketika dari hidungnya. Ketika dilihat serupa kotoran kucing yang keluar dari hidung sinusitisnya. Allohuakbar. Setelah kejadian tersebut ia dinyatakan SEMBUH dari gangguan sinusitis tersebut. MaasyaAllah.
komunikasi pemicu baper, disebabkan ada hal yang kurang terhubung satu sama lain. Singkatnya tidak ada kemistri. Tidak satu frekuensi.
Dalam ilmu komunikasi dikenal yang namanya komunikasi interpersonal. Nah dalam konteksnya ada banyak POLA yang indikatornya bisa diamati dari Stimulus-Organism-Respons.
Stimulus dan respon adalah input dan output yang pengaruhnya murni dari organism. Dari orang yang bersangkutan. Apakah sedang dalam kondisi pikiran/perasaan/spiritual baik atau buruk. Kalau dalam kondisi baik respon akan memberi stimulus yang positif. Kalau dalam kondisi buruk (ada masalah internal) keduanya akan keluar negatif. Seperti sinyal radio/ gelombang elektromagnetik.
Komunikasi yang buruk, salah satunya dipengaruhi situasi lingkungan budaya sosial. Indikator lainnya dari dominasi emsin kecerdasan. Orang Thinking misalnya, cenderung bicara _to the point_, bicara dengan logika, lebih memusatkan pada dimensi isi dibandingkan dengan dimensi hubungan, jadi seolah tidak ada basa basi, berbicara langsung pada pokok masalah dan fokus pada diri sendiri, orang Thinking bisa jadi tidak peduli dengan siapa dia bicara. Tidak seperti mesin kecerdasan Feeling yang bisa bicara ngalor ngidul kemana-mana..nah, penting mengamati pola komunikasi atas dasar KODE GENETIK seseorang, baik offline atau online alias bermedia.
Boleh jadi gaya komunikasi itu juga pengaruh dari pola pengasuhan, dan lingkungan memegang 80 % dimana seseorang dibesarkan sejak kecil. Sehingga membentuk personality dan perilakunya yang nampak.
Hanya saja “aku” sebagai personality tidak bisa menjadi “keakuan”, sehingga dimana pun kita berada, kita berhadapan dengan orang yang juga punya personality berbeda, bisa nyaman. Sebab kita punya integritas diri yang kuat. Cirinya adalah mampu menempatkan diri di mana pun dalam situasi kondisi apapun.
Ada hal yang mendasar dalam komunikasi efektif, yaitu melihat siapa audience/lawan bicara kita. Komunikasi akan berjalan sehat bila kita paham siapa yang sedang kita ajak berkomunikasi (bukan hanya bicara) tapi juga non verbal. Ketika kita sudah masuk tahap ini, personality hanya dasar saja untuk kita naik kelas ke maqom yang di atasnya yaitu “konsep diri”. Inilah yang melahirkan yang namanya _harga diri_.
Harga diri seseorang akan terlihat, tergambar, tervisualisasikan pada saat berinteraksi dengan orang lain, dalam antar persona, grup atau kelompok juga bermasyarakat yang masanya lebih banyak lagi. Tentu saja di dalamnya ada etika yang perlu diimplementasikan. Etika komunikasi, meski pun dalam lingkup sangat intim, kita punya alarm untuk tahu batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh. Inilah yang disebut tata krama. Bukan jaim juga tapi wajar. Kalau sudah tidak wajar, maka akan menimbulkan konflik salah persepsi. Belum lagi kita bicara media/ _channel_ (saluran) komunikasi yang digunakan saat berkomunikasi.
Bayangkan jika tidak ada etika menulis pesan. Berapa banyak kesalahan komunikasi bisa terjadi. Ada banyak hambatan, salah satunya pemilihan kata, tanda baca, gaya bicara tulis (berbeda dengan lisan), emosi yang bermain, kendala teknis, dan sebagainya.
Inti dari komunikasi sendiri kan sebenarnya simpel: kesamaan makna. Jika sampai tidak tercapai kesamaan makna dari pesan yang disampaikan atau diterima maka akan terjadi gesekan.
Ada satu hal yang perlu kita catat bahwa, keberhasilan komunikasi sejatinya ada pada warna air hati. Kalau airnya jernih yang keluar pun jernih, sebaliknya kalau air hatinya pekat maka yang keluar pun pekat menghitam. Tapi saking kompleksnya masalah komunikasi ini, sampai-sampai ada kalimat “sampaikanlah walaupun pahit”, pahit memang, tapi harus dan penting disampaikan untuk kebaikan orang yang kita kehendaki menjadi baik.
Komunikasi itu berPOLA pastikan POLAnya menarik rezeki bukan yang mengusir rezeki kamu! Rezeki sendiri bentuknya bukan cuma uang, tapi juga JODOH, kesehatan, kebahagiaan, kenikmatan ibadah, perasaan sejahtera. Jadi kalau kamu mau ubah TAKDIR dan NASIB maka ubah POLA KOMUNIKASI kamu sekarang!
Sumber : Susan Motherpreneur. Dosen FIP UPI Bandung, STIFIn Certified. 1 Januari 2019
loading...
Leave a Reply