Ketika Hati Rindu Menikah

Ketika Hati Rindu Menikah
Ketika Hati Rindu Menikah

Lelaki dan wanita yang masih lajang atau istilah kerennya jomblo, tentu saja merasa kesepian. Usia bertambah terus. Lalu pertanyaan yang cukup menyakitkan kadang datang begitu saja. Seakan tak empati pada nasib mereka “Kapan nikah?”, “Dah dapet jodoh belum?”, “Jangan banyak pilih-pilih donk!”. Apalagi saat undangan walimahan dari teman-teman kuliah, juga saat reuni tiba pasti pertanyaan itu jadi bahan ‘ledekan’. Ada yang sudah membawa anak, ada yang baru saja menikah, ‘nah kamu kapan?’, terus saja pertanyaan itu menghantui. ‘oh tidaaaak’, jeritmu dalam hati.

Mungkin kaum lelaki masih punya alasan. Misalnya harus kerja dulu, mapan dulu, atau mau kuliah dulu. Nah, kaum wanita semakin bingung. S2 sudah lulus, kerja sudah punya jabatan dan tak harus mapan tentunya. Hanya ‘tinggal’ menunggu pangeran berkuda putih datang melamar sang tuan putri. Berkelana berdua mengarungi dunia dengan penuh cinta. oh indahnya..

Anehnya, ada juga yang menganggap enteng masalah ini. Apalagi orangtua yang seakan mempersulit anaknya untuk menikah. Ada yang bahkan lebih bangga anaknya sudah punya pacar, jalan bareng, bahkan tak pulang ke rumah. Mereka merasa terlalu aman, jangan salahkan akhirnya sang anak pulang muntah-muntahan, tiga bulan kemudian hamil duluan. Nah loh, ‘berabe’ kan akibatnya ?

Belum lagi dorongan hormon dimasa subur yang membuat laki-laki dan wanita mudah terangsang. Ditambah lagi tontonan dan jalanan sekitar yang tidak ramah dengan mata lelaki. Semakin membuat kepala pening. Soalnya, banyak wanita yang memakai kaos adiknya sih. hehe.. Kelihatan auratnya dan merasa bangga dinikmati banyak lelaki.

Jarang sekali mendengar ada orang yang sukses sebelum nikah. Tapi, kebanyakan merintis kesuksesan bersama setelah menikah. Banyak juga yang sukses setelah mempunyai anak. Bahkan yang sudah jadi pengusaha misalnya, sebelum menikah banyak yang bingung lari kemana uang yang sudah dikumpulkan. Ternyata digunakan untuk beli gadget terbaru, beli motor dan mobil baru, atau habis karena mentraktir teman-temannya. Ujungnya, sebanyak apapun uang yang didapat, akan habis juga. Kalau sudah menikah, minimal ada yang bisa mengatur keuangan, sudah mempunyai tanggungan. Jadi jelas apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan. iya nggak ?

Jika menikah terlalu berumur, maka fokusnya sudah beda, tantangannya semakin besar. Misalnya kalau suami sudah mapan, gairah untuk saling mencintai mungkin bisa tergantikan dengan keasyikan bekerja dan mencapai karir. Akhirnya tak sedikit wanita yang mengeluh karena jarang dapat belaian dan perhatian walau kebutuhan materi terpenuhi.

Apalagi yang sebaliknya, usia istri terlalu tua dibandingkan usia suaminya. Terkadang jika belum mengetahui psikologi suami istri, istri yang lebih dewasa daripada suami dapat membuat sang suami merasa tak dihargai dan tersaingi.

Jadi ingat ‘guyonan’ seorang teman, “Di balik suami yang hebat ada istri yang hebat tapi di balik istri yang sukses berkarir, ada suami yang tertekan”. Hehe. bercanda. tapi di beberapa kasus ada benarnya juga. Tanpa iman yang kuat, banyak yang berujung pada perceraian akibat dari perbedaan jabatan, penghasilan dan pengetahuan antara suami dan istri.

So, intinya menikah mesti dipersiapkan sedini mungkin, mulai dari siapkan mental, target, cita-cita dan kualitas diri. Oh ya, sebuah penelitian menyebutkan bahwa menikah muda dapat meningkatkan angka harapan hidup pasangan. Sebaliknya orang yang hidup menyendiri lebih cepat tua dan diambil yang kuasa. Bagaimana menurut Sahabat ?

7 Kegalauan anak muda :

  • masa depan yang masih misteri
  • Jodoh yang belum diberi
  • Pekerjaan yang tak pasti
  • Penghasilan yang belum pas di hati
  • Lulus kuliah yang belum kelar skripsi
  • Pada orang tua belum bisa berbakti
  • Kemalasan dan penundaan yang sering menjangkiti

7 Solusi kegalauan anak muda :

  • Perbaiki diri selagi dini, lakukan yang terbaik hari ini
  • Percayalah, jodoh pasti diberi tinggal perbaiki kualitas diri
  • Kerjakan yang disenangi, senangi pekerjaan
  • Bekerja cerdas, tuntas dan ikhlas
  • Fokus kerjakan skripsi, kerjakan dari yang termudah
  • Bahagiakan orangtua, minimal dengan akhlak mulia
  • Jangan tunda apa yang bisa dikerjakan hari ini dan lakukan kebaikan yang berat dilakukan

Belum punya SIM tapi mengendarai motor kebut-kebutan tanpa helm lagi. Itu namanya ‘nekad’. Kalau berani, misalnya masih belajar mengendarai mobil, sudah dapat SIM lalu mencoba mulai dari jalan sepi sampai memberanikan diri ke jalan raya dengan seorang pelatih. Itu namanya berani.

Unlimited Hosting WordPress Developer Persona

Sama dengan menikah. Kalau belum siap apa-apa, hanya berani curi perhatian atau bahkan jalan berduaan ditambah janji manis kesetiaan lalu ujungnya malah kemaksiatan. Ini sih namanya belum siap tapi ingin langsung menikmati. Atau sebaliknya, belum siap ilmu, mental, finansial tapi sudah berani melamar.. ya nekad juga namanya.

Walaupun rizki dari Alloh tapi ikhtiar mendapatkannya mesti telah disiapkan. Kecuali kalau orangtua siap mensupport, ‘tapi malu juga kali masa yang nikmati situ, yang beban ortu. mau gitu? coba pikir! Hehe

Menikah itu adalah soal berjuang dan taat bersama. Akan ada masanya pernikahan terasa jadi amat hambar atau mungkin perubahan sikap suami maupun istri yang tiba-tiba tidak seperhatian seperti dulu lagi dan sebagainya.

Makanya, Anda dan pasanganpun harus punya kesiapan mental yang matang. Karena kalau nikah cuma modal nekat dan nafsu sesaat, nikah itu ujung-ujungnya malah jadi beban. Emang gimana caranya biar kita benar-benar siap mental ? Ya belajar. Kalau Anda orang yang biasa bergantung sama orang lain, biasain mulai sekarang untuk hidup mandiri. Atau kalau Anda adalah wanita yang masih mengandalkan orangtua, biasakan mulai sekarang lakukan segala sesuatunya dengan mandiri. Belajar bagaimana caranya bersikap lebih dewasa saat ada masalah, atau kalau berantem sama adik mulailah untuk mau mengalah. Itung-itung latihan supaya nanti kalau punya anak bisa menjadi ibu yang mampu menyikapi masalah dengan bijak. Siap??

Menikah bukan cuma soal kamu dan si dia menjadi kita, tapi juga perlu kesiapan ilmu yang matang. Banyak kasus perceraian karena banyaknya pasangan yang gak punya ilmu dalam membina rumah tangga. Istri minta perhatian, suami cuek gak karuan. Giliran istri marah-marah karena suaminya gak peka, eh suaminya malah ikutan marah-marah juga karena menilai isterinya ini gak perhatian.

Dalam ilmu psikologi, perempuan dan laki-laki itu ya fitrahnya memang punya tabiat yang berbeda. So, yang laki-laki harus punya sikap dewasa yang mampu menjadi panutan dan pelindung bagi isterinya.

Nah kalau istri harusnya gimana? Ya, sebagai seorang perempuan memang sudah fitrahnya ingin diperhatikan. Tapi, gak berlebihan juga. Isteripun harus mampu memahami bahwa suami sebenarnya selalu memperhatikan walau tidak diungkapkan. Apalagi kalau suami baru saja pulang kerumah dan kecapean, semestinya isteri harus memahami dan lebih memberikan perhatian kepada suami yang sudah berjuang mencari nafkah untuk isteri dan anak-anaknya. Kebayang gak kalau suami baru aja pulang ke rumah, kecapean, keringetan terus tiba-tiba ‘ditodong’ sama istrinya supaya ngasih perhatian dan tiba-tiba marah karena yang diminta gak di dapatkan? Akhirnya terjadilah ‘perang dunia’ di rumah cuma gara-gara masalah sepele.

Banyak orang yang nekat menikah tapi mereka gak punya penghasilan. Penghasilan disini itu maksudnya bukan penghasilan dengan gaji yang selangit ya. Yang penting adalah mampu menafkahi anak isteri. Ini adalah tugas wajib seorang suami.

Kalaulah memang ingin benar-benar menikah, persiapkan finansialnya. Mulailah menabung dan sisihkan segala kebutuhan yang sebenarnya tidak terlalu penting supaya nanti kalau ingin menikah, kita sudah punya simpanan dan tentu gak merepotkan orangtua.

Bebelum jauh membahas soal persiapan pernikahan, siapkan dulu PONDASI HATI nya..

Sumber : Setia Furqon Kholid

loading...
Share

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*