Gadget bisa menjadi pahala dan dosa. Penggunaan teknologi untuk memudahkan bukan menjadi peran pengganti. Pola pengasuhan tidak bisa digantikan dengan teknologi. Bila media gadget sering dipakai dalam pola pengasuhan maka dikhawatirkan hilangnya ikatan hati diantara anggota keluarga. Ketika anak tidak memiliki kepekaan emosi dengan orangtuanya karena orangtua yang tidak memposisikan gadget sebagai alat bantu melainkan menjadi pemeran utama di dalam pengasuhan. Salah satu fungsi gadget yang dikritik adalah gadget sebagai pendiam. Agar anak diam, kasih gadget. Kalau lagi sedih atau marah, obatnya gadget. Padahal Alloh menciptakan organ pertama yang wajib di stimulasi adalah pendengaran, penglihatan dan hati/emosi. Jadi bila anak jarang mendengar suara orangtuanya dan jarang melihat wajah orangtuanya maka biasanya yang rusak adalah ikatan hatinya.
Teknologi menguntungkan dan membantu kita tapi efeknya harus diantisipasi terutama bagi keluarga yang anaknya baru tumbuh. Tugas orangtua adalah banyak-banyak suaranya didengar oleh anaknya dan banyak-banyak membuat wajahnya sering di scan di wajah anaknya. Perilaku-perilaku yang muncul ketika sudah maniak maka tidak bisa disepelekan. Karena berakibat Pertama, tidak peka secara sosial di dunia nyata karena lebih eksis di dunia maya. Salah satu cara membangun hubungan adalah membuat anak mau keluar dari kamarnya. Jadi sekaya-kayanya orang, jangan buat kamar mandi di kamar anak. Perilaku terburu-buru seperti akselerasi dalam sekolah. Kalau bisa sekolah lima tahun kenapa enam tahun. Sehingga berbuah instan tapi tidak kokoh. Ilmu itu bukan seberapa cepat tapi seberapa berkah. Salah satu keberkahan ilmu adalah seberapa sering engkau bergaul dengan ilmu tersebut dan mendalaminya. Jadi seberapa dekat dengan ilmu bukan seberapa cepat. Kedua, perilaku yang rapuh, putus asa dan tidak tangguh. Ketika seseorang kenal dengan gadget tanpa sadar mereka menjadi raja dari yang mereka bangun seperti left grup, remove, unfollow, block. Dampaknya baru 2 bulan kerja lalu resign, anak sekolah tidak suka dengan peraturan lalu minta pindah sekolah. Angka perceraian tinggi juga karena bentukan keluarga gadget. Begitu mendapati kekurangan pasangan lalu left/minta cerai dengan dalil berhak untuk bahagia dan tidak sanggup. Jika nikah adalah ibadah maka jika senang disyukuri, jika susah disabari. Seperti Nuh yang memiliki istri yang kafir. Namun Nabi Nuh tak menceraikan istrinya. Istri Nabi Luth mendukung LGBT namun tak mendengar sejarah menceritakan bahwa Nabi Luth menceraikan istrinya. Ketiga, perilaku konsumtif. Gadget membuat sarana untuk pamer. Sehingga anak cenderung ingin memiliki apa yang dimiliki temannya.
Tidak boleh anak mulai dikenalkan gadget sebelum dia kenal sosok kuat orangtuanya. Jadi anak harus dekat secara batin dengan orangtuanya. Misal ayah menjadi supir ketika antar anak sekolah, bermain sepeda atau bola dengan anak, nonton bioskop. Kedua, penuhi kebutuhan hiburan anak. Jadikan keluarga sebagai hiburan dan gadget hanya hiburan sampingan. Bila anak puas bermain dengan orangtuanya maka anak tak ingin gadget. Hiburan bagaikan makanan bagi anak. Ketiga, cenderung anak pecandu gadget ketika tidak memiliki daily rundown. Dalam surah Al Hasyr ayat 18 “wahai orang-orang yang beriman. Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. Jadi anak yang jawabannya tidak tahu besok akan melakukan apa maka aktivitasnya hanya lima yaitu tidur lagi, main gadget, nonton tv, makan banyak, isengin adiknya. Keempat, wajib membuat manajemen gadget yaitu waktu yang disepakati dilarang memakainya, lokasi terlarang menggunakan gadget, durasi pemakaian, aplikasi / isi, situasi (saat ibadah, makan bersama, acara keluarga besar, menerima tamu, naik kendaraan)
Kata kunci mendidik anak agar senantiasa menjadi anak yang sejak kecil bersih pikirannya karena di instal dengan hal-hal yang positif. Seperti dalam surat Hud ayat 114 “Dan laksanakanlah salat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)”. Jadi bila ada anak yang terbiasa berkata kotor dan kasar, salah satunya karena orangtuanya jarang menginstall isi kepalanya dengan hal yang positif. Mereka lebih senang duduk di tempat buruk. Sehingga kalimat sampah itu direkam, diterima dan dilontarkan. Seperti kisah Imam An Nawawi sejak kecil terbiasa duduk dalam majelis halaqah qur’an dan hadist. Sehingga umur 10 tahun ia sudah hafal qur’an dan hadits. Saat berumur 19 tahun, ia menghafal kitab.
Sumber : Ust. Bendri
Leave a Reply