Dalam berumah tangga, tak dapat dihindari yang namanya konflik atau permasalahan. Ibarat sendok dan garpu pasti ada gesekan walaupun kadang tidak disadari. Karena sekali lagi, perempuan dan laki-laki diciptakan dengan karakter yang berbeda. Maka, wajar bila nanti saat menjalani kehidupan berumah tangga akan ada konflik antara suami maupun istri. Konflik pun ada berbagai tingkatan dari yang sederhana sampai yang tertinggi.
Konflik rendah : Masih dapat dikomunikasi
Dalam tahap konflik rendah ini terjadi hal-hal sepele. Misalnya suami atau istri suka telat, suami pelupa, kurang telita, jam ‘ngaret’ atau masalah kurang peduli dan miskomunikasi.
Hati-hati dengan konflik rendah. Karena jika terus menerus dibiarkan dan didiamkan maka bisa masuk ke konflik sedang. Ibarat api yang masih kecil, segera dipadamkan dengan komunikasi yang baik antar suami istri.
Berikan waktu yang berkualitas untuk berdiskusi dan berkomunikasi antara suami dan istri. Usahakan jangan sampai ditunda besok. Sampaikan apa keluh kesah dan harapan pasangan. Mesti ada saling keterbukaan dan saling menerima kekurangan. Jangan lupa diakhiri dengan saling memaafkan. Dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan.
Konflik sedang : perang dingin, saling mendiamkan
Dalam tahap ini, level masalah sudah lebih serius. Sudah ada penumpukan emosi yang dibiarkan cukup lama, sehingga mulai banyak prasangka yang tak wajar. Misalnya, istri menganggap suami sudah tak sayang lagi. Atau suami sudah menganggap istri sudah mulai berani membangkang. Atau permasalahan lainnya.
Namun masalahnya, suami dan istri sudah mulai perang dingin. Hanya mampu saling menyindir, mengungkapkan secara tak langsung lewat status sosial media, status BBM, atau bahkan sampai curhat ke pihak ketiga yang tidak berkepentingan.
Untuk menyelesaikannya bisa dilakukan beberapa tahap ini :
Suami istri mesti menyadari bahwa mereka ada dalam konflik sedang. Mesti ada kesadaran untuk menyelesaikan bersama. Ingat kembali tujuan pernikahan. Menikah itu untuk ibadah, mesti ada perjuangan untuk membangun kesakinahan.
Ingat kembali kebaikan pasangan. Terkadang dalam konflik yang difokuskan hanya kesalahan pasangan. Padahal masih banyak kebaikan pasangan yang kurang disyukuri dan tertutup oleh nafsu amarah.
Jangan merasa diri yang paling berjasa. Hal ini yang menimbulkan keegoisan setiap pasangan paling banyak berkorban, paling banyak memberi, palingĀ merasa lelah dan merasa tidak setimbang dengan apa yang telah diberikan pasangannya.
Turunkan ego, ambil jalan tengah. Dalam permasalahan keluarga, tidak ada yang 100 % salah atau 100 % benar. Maka ambil win-win solution. Beranilah untuk menjadi pahlawan keluarga. Berani mendatangi pasangan dan meminta maaf terlebih dahulu entah siapapun yang salah.
Perbaiki komunikasi dan bicara dari hati ke hati. Jangan sampai masuk ke tahap konflik tinggi.
Konflik tinggi : Sudah mulai ada unsur kekerasan fisik
Biasanya setelah perang dingin, tidak ada yang menurunkan ego hingga terjadi adu mulut, saling menyindir, sampai saling menyalahkan, dan tidak mau mengalah. Hingga beberapa kali terjadi kekerasan fisik seperti menampar, memukul bagian tubuh, mendorong, menendang, melempar barang, memecahkan barang.
Dalam tahap konflik tinggi ini masing-masing pasangan sudah semakin menunjukkan otoritasnya. Bahkan mulut sudah tak bisa lagi dirasa cukup untuk mengatasi permasalahan. Hingga akhirnya terjadi kontak fisik yang semestinya dihindari.
Untuk menyelesaikan konflik level tinggi yang bisa dilakukan:
Sebelum terjadi kekerasan fisik berlanjut, cobalah menghindari pasangan. Namun usahakan tidak keluar rumah. Misalnya masuk ke dalam kamar.
Jika marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika marah dalam keadaan duduk, berbaringlah. Jika masih marah berwudhulah, lalu sholat dua rakaat untuk meredakan konflik dan meminta petunjuk dari Allah.
Cari pihak ketiga, usahakan dari pihak orangtua atau mertua untuk jadi penengah konflik.
Jika masih belum bisa diselesaikan, cari pihak yang paling dekat dan berpengaruh dengan istri dan suami. Seperti sahabar, saudara, sampai ustadz yang dihormati dan didengar oleh kedua belah pihak.
Usahakan jangan sampai berlanjut pada tahap perceraian. Karena itu adalah hal yang dibenci Allah.
Saat terjadi konflik dalam rumah tangga, yang paling terpenting adalah bagaimana caranya ada kesediaan untuk saling mengalah baik dari suami maupun istri. Jangan mengunggulkan rasa egois yang ada dalam masing-masing pribadi karena hal itu akan membuat konflik semakin rumit.
Sumber : Setia Furqon Kholid
Leave a Reply