Menikah itu sekali seumur hidup (kecuali ada kondisi lain). Kalau sebelum nikah saja, dia tak bisa tegas memutuskan kapan menikah, bagaimana mungkin menyerahkan hidup pada pemimpin yang plin-plan. Apalagi tidak mempunyai visi yang jelas. Katanya dia ingin jadi calon suami yang bisa membimbing, tapi kok kerjaannya Cuma nangkring. Diminta jadi imam, mulut terasa kering. Sukanya PHP-in wanita di puncak tebing. Jangan mau dinikmati sebelum dinikahi. Sama dengan dicuri tanpa niat membeli. Kalau mau dapat suami sholeh harus bisa jaga diri. Persiapkan ilmu, iman dan jadilah muslimah sejati. Perbanyak silaturahim biar nambah rizki. Perbanyak ilmu dengan tholabul ‘ilmi. Calon suami yang baik itu, sikapnya santun namun komitmennya hebat. Katanya lembut, namun penuh wibawa. Memuliakan sahabat namun juga menghormati orangtua.
Ada yang beralasan terlalu muda atau sudah terlalu tua untuk menikah. Padahal tua muda tidak menjamin kedewasaan. Buktinya, di zaman para sahabat banyak yang menikah muda justru sukses semuda mungkin. Ada orang yang masih muda tapi pemikiran dan kedewasaannya sudah luar biasa. Ia ditempa oleh masa, dibesarkan dengan pengalaman, dan diarahkan dengan kebijaksanaan. Biasanya, dia sering bergaul dengan orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi ilmunya. Sehingga pemikiran dan karyanya melebihi zamannya.
Jangan menilai seseorang hanya dari pekerjaan tetap atau tidak, dari penghasilan tetap atau tidak. Karena yang penting adalah tetap bekerja dan berpenghasilan juga siap bertanggungjawab menafkahi istri dan anak tercinta.
Jangan mau jadi orang yang bergantung pada makhluk. Misalnya bergantung dari pemberian orangtua, dari beasiswa atau belas kasihan oranglain. Belajarlah semuda mungkin untuk mandiri. Misalnya belajar berjualan, magang kerja atau menjual keahlian dan kreativitas. Intinya yang penting halal. Tak usah malu dan ragu. Malu tuh kalau masih menyusahkan orangtua. Malu tuh kalau terlihat keren tapi “kere”, ragu tuh kalau sesuatu yang haram. Jadi siap untuk mandiri ?
Untuk para wanita, memilih suami itu jangan memikirkan orangtuanya kaya atau tidak, karena yang kita nikahi itu anaknya bukan bapaknya. Karena sebanyak apapun harta yang diwariskan orangtua akan habis jika anak tak mampu mengelolanya dengan baik.
Tapi, bila calon suami yang kita pilih itu karena kepribadiannya yang baik, akhlah dan perangainya yang mulia, serta keimanan dan ketaatannya yang selalu terjaga maka tak usah khawatir bila belum memiliki penghasilan tetap.
Yakinlah bahwa keimanan dan kemuliaan akhlaknya lah yang akan membuat Allah mengantarkan rezeki-rezeki yang tak terduga. Allah akan membukakan jalan-jalan usaha baru dan memberikan kebahagiaan dunia akhirat untuk keluargamu. So, yang paling penting bukanlah soal harta orangtuanya tetapi kepribadian dari lelaki itu sendiri.
Ilmu itu ada dimana-mana. Satu hal yang terpenting bagaimana pemahaman dan pengamalan dengan ilmu itu. Apakah dengan ilmu itu kita semakin bijaksana dan semakin terarah dalam hidup atau malah semakin sombong dan lupa diri. Niatkan semuanya untuk ibadah dan mencari ilmu lalu amalkan serta sampaikan ilmu yang didapat agar bermanfaat.
Terkadang, kita justru malah tidak peduli dengan pandangan orang lain dalam menilai sikap dan perilaku kita. Bahkan ada yang bilang “hidup-hidup gue, jadi ya terserah gue dong!”. Eitss, ya ga bisa kayak gitu. Hidup itu ga bisa seenaknya. Kita justru harus menjadi pribadi yang mampu menginspirasi orang lain. Menjadi pribadi yang dikenal dengan segudang prestasi, bukan karena suka caci maki. Makanya, bagi kamu yang masih muda, masih punya banyak kesempatan untuk menjadi pribadi yang bisa berprestasi. Karena salah satu ciri lelaki sejati itu adalah lelaki yang sibuk dengan prestasi. Bukan tebar pesona sana sini.
Laki-laki idaman adalah ia yang selalu memuliakan ibu bapaknya. Ia akan senantiasa lemah lembut dengan ibunya. Kenapa ? Percaya deh, kalau ibunya saja diperlakukan baik, memuliakan ibunya dengan sebaik-baik akhlak, maka ketika sudah menikah nanti, ia akan memperlakukan hal yang sama terhadap istrinya. Kelak, saat menikah ia akan memuliakan istrinya dengan sebaik-baik perlakuan. Ia pun menjadi pribadi yang penyayang terhadap anak-anaknya. Lemah lembut dalam bertutur, tak kasar saat bertindak, bahkan saat marah tak membentak-bentak. Karena ia paham, bahwa wanita fitrahnya diciptakan dengan perasaan yang halus lagi lembut. Akan sangat mudah menangis bila hatinya tersakiti.
Sumber : Kang Setia Furqon
Leave a Reply