Alhamdulillah akhirnya selesai juga baca buku biografi A.R Baswedan, Kakek dari Pak Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta). Kisah yang sangat menginspirasi dan mampu membuat saya menangis. Berikut kalimat di buku tersebut yang membuat saya menangis
A.R Baswedan akhirnya dapat menemui Amir Abdul Karim di tempat persembunyiannya. Pertemuan itu sangat mengesankan bagi A.R. Baswedan karena pengalaman Karim dapat dimanfaatkan untuk perjuangan di Indonesia. Ketika A.R. Baswedan pamit, ia menyerahkan seuntai tasbih kepadanya “anakku, aku tidak punya apa-apa. Hanya tasbih ini yang selalu aku gunakan untuk menghitung kata-kata pujian dan permohonan kepada Alloh selama 21 tahun aku di pengasingan pulau Rignon. Tuhan akan menolongmu, bukan tasbih ini yang menolong. Akan tetapi, walau ada kata-kata pujian dan doa, hitunglah terus tasbih ini, yang menyebabkan Alloh menolongmu.
Bersyukurnya pak Anies Baswedan memiliki kakek yang cerdas sekaligus sholeh. Dan kini insyaalloh menurun ke Pak Anies Baswedan. Berikut insight dari buku ini yang mampu menghujam ke relung hati saya
- A.R. Baswedan selalu menjadi orang yang optimis dalam segala hal karena ia yakin benar janji Alloh yang tersebut di dalam surat Al Falaq ayat 3 “Barangsiapa bertakwa, ia akan diberi jalan keluar bilamana mengalami kesulitan dan akan diberi rezeki dari jalan yang sama sekali tidak terpikir olehnya”. A.R Baswedan mengatakan “justru sepanjang hidup saya, terutama selama dalam perjuangan mengalami banyak kesulitan, ternyata Tuhan memberikan jalan keluar dan di dalam bekal selalu dating rezeki dari jalan yang sama sekali tidak di duga-duga”
- Janganlah kita terlalu suka menoleh ke belakang. Kalau ingin maju, ke depan mencari kemajuan. Janganlah terlalu suka mengingat-ingat kegagalan yang lalu.
- Optimisme itu harus ada pada setiap pemuda. Seorang pemuda bukanlah pemuda yang hidup jika ia tidak optimisme & tidak penuh harapan. Bukankah pemuda yang akan memperbarui langkah untuk membangunkan umat yang tidur ? Maka, tukang pembaru langkah, tukang berusaha dan tukang membangun tidak boleh menjadi tukang kecewa dan tukang khawatir.
- Optimisme tidak membuta-tuli terhadap hal-hal nyata. Optimisme bukan orang yang melemparkan dirinya ke laut, sedangkan ia tidak dapat berenang. Ini tidak melihat realitas, main hantam dan spekulasi saja. Optimisme adalah orang yang sadar tentang realitas dan dapat menarik pelajaran dari kegagalan orang lain atau kegagalan dirinya sendiri. Tetapi, ia tidak akan tinggal diam dalam kekecewaan. Ia tidak akan membuat sejarah dan umat yang tidak membuat sejarah bukan umat yang melek.
- Kegagalan jangan menjadi tembok yang menghalangi untuk berjalan terus. Kalau kegagalan sebagai tembok, hendaklah dilompati. Tidak mengapa jatuh dan bangun karena anak mesti belajar berjalan. Jika anak selamanya tinggal diatas pembaringan, dilarang berjalan dan bergerak, khawatir tergelincir atau jatuh, ia nantinya dapat menjadi gemuk dan besar tetapi lumpuh.
- Pemuda yang lumpuh tidak bisa membangunkan umat yang lumpuh meski gemuk dan besar. Siapa yang menjadi “tukang kecewa”, “tukang khawatir”, agar jangan mengajak orang lain menjadi tukang kecewa dan tukang khawatir.
- A.R. Baswedan selalu mengarahkan kepada anak-anak generasi muda untuk banyak berbuat demi kepentingan orang banyak dengan penuh keikhlasan. Ia mengatakan kepada anak-anaknya, bahwa dirinya tidak akan meninggalkan harta kepada mereka. Jika apa yang diperoleh dari usahanya mendapat hasil sedikit, supaya diterima dengan bersenang hati karena itulah rezekinya.
- Orang baik harus lurus atau jujur. Orang lurus merupakan amanat. Dengan berlaku demikian, temannya akan banyak serta hidupnya tenang dan tentram. Bukan gelar sarjana dalam berbagai macam yang dicita-citakan kepada anaknya, melainkan kelurusan hati dengan ketaatan menjalankan agama sebaik-baiknya. “Saya tak mau diperbudak oleh harta benda. Harta benda itu dapat datang dan bisa pergi, juga kepangkatan. Hari ini kaya, besok bisa miskin, hari ini miskin, dapat jadi kaya. Sebab itu, yang penting berpegang pada akhlak”.
- Orang pandai dapat dicetak apabila orang itu disuruh bersekolah dengan rajin. Yang baik itu harus berkarakter. “untuk apa orang pandai tanpa berkarakter baik. Orang berilmu tidak berkarakter baik, maka perbuatannya semakin tidak dapat dipertanggungjawabkan”.
- Apabila orang mencari teman baik, agar diuji sewaktu ia kaya. Jika dalam keadaan kaya, ia dengan mudah mengeluarkan hartanya, itu suatu pertanda hatinya murah. Umumnya orang akan mudah diketahui kebaikan hatinya sepanjang tidak mempersulit keluarnya harta benda yang dimiliki. Yang melarat pun agar mendapat perlakuan yang sama. Jadi, tidak boleh membeda-bedakan orang satu dengan yang lain dengan melihat harta dan kepangkatannya.
- A.R Baswedan berharap orang tidak berbohong. Apabila orang bohong, untuk menutupnya ia harus berbohong lagi. Sedangkan bohong itu tidak sesuai dengan ajaran agama.
- Kepada generasi muda, apabila ada suatu kegagalan, harus dicari hikmahnya. Dengan demikian, di kemudian hari, mereka akan menjadi orang yang kuat. Segala perbuatan sudah seharusnya selalu diliputi dengan perasaan kasih sayang. Anak harus dididik disiplin, taat dan mengerti aturan.
- Hubungan antara kakak dan adik terjalin demikian baiknya. Adik-adik wajib menghormati kakak-kakaknya. Demikian juga yang lebih tua. Apabila waktu makan tiba, mereka lakukan bersama-sama. Havied (Anak A.R. Baswedan) masih teringat, ketika makan bersama itu, orang tuanya menasihatkan agar kakak-kakaknya membantu mengambilkan makanan untuk adik-adiknya yang masih kecil. Demikianlah juga adik-adiknya disuruh mengambilkan untuk kakaknya. Dalam hal ini ditanamkan kepada mereka agar jangan hanya memikirkan diri sendiri, tetapi perlu memperhatikan orang lain.
- Pada suatu ketika, Havied menangis karena berkelahi dengan temannya. Dalam hal ini, kakaknya harus mengerti masalahnya. Apabila si kakak sampai tidak mengetahui masalah adiknya menangis karena perkelahian dengan temannya itu, mereka disalahkan oleh ayahnya (A.R. Baswedan). Apabila memang ada di pihak yang benar, ia harus berani menyatakan bagaimana mestinya bersikap. Sedangkan apabila adiknya bersalah, wajib diberi tahu.
- Hubungan antara anak dan orang tua akrab, tak ada sedikit pun jarak di antara kedua belah pihak. Ayah dan ibu menganggap anak seperti teman sendiri. Sering diadakan temu keluarga untuk musyawarah membicarakan segala hal yang berkaitan dengan kerumahtanggaan. Anak-anaknya tidak memiliki perasaan takut terhadap orang tuanya. Karena sikapnya yang demikian itu, orang tua pun disegani anak-anaknya. Mereka dididik menjadi orang yang terbuka. Pada kesempatan duduk bersama-sama itu, mereka dipancing agar dapat dan berani mengemukakan pendapat. Dengan cara ini, pelajaran demokrasi ditanamkan oleh Baswedan di dalam keluarga yang dibinanya. Ia berharap anak-anaknya tidak hanya menjadi orang yang pandai dalam segala hal, tetapi juga menjadi orang yang baik budi pekertinya. Dengan berbudi pekerti yang baik dan pandai, mereka akan sukses dalam kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, apabila orang pandai tetapi pribadinya kurang baik, akan gagal dalam kehidupannya.
- Perkembangan jiwa anak itu dipengaruhi bimbingan dan cinta kasih orang tuanya. Pendidikan non formal memiliki arti penting dalam pembentukan watak seorang anak.
- Sejak kecil, Baswedan dididik suka bekerja kritis dan teliti. Pada suatu hari, ia disuruh menghitung uang di tokonya. Ternyata sewaktu menghitung tersebut ada sekeping uang logam bernilai 10 sen jatuh dan menggelinding ke bawah lemari. Setelah ayahnya mengetahui, ia disuruh berhenti dan mencarinya. Baswedan diberi nasihat agar ia jangan menganggap remeh uang 10 sen itu. Walaupun nilainya kecil, uang itu harus digenggam sebaik-baiknya. Siapa yang tidak dapat menggenggam uang yang kecil, ia tidak akan dapat menggenggam yang besar.
Sumber : Suratmin & Didi Kwartanada. 2018. Biografi A.R Baswedan. Jakarta: PT Kompas Indonesia
Leave a Reply