Jodoh pasti bertemu. Itulah yang cocok untuk menggambarkan perjuanganku mendapatkan buku ini. Aku harus menunggu hampir 4 tahun untuk bisa membaca buku ini. Menunggu hingga buku ini benar-benar menjadi milikku sebagai hadiah bukan karena aku membelinya. Soalnya begitu akad di awalnya. Sedikit flashback di November akhir tahun 2017. Nggak sengaja aku baca story WA Rezky yang woro-woro minta bantuan ke orang yang ada di Jogja. Aku yang baru beberapa hari tiba di Jogja setelah 4 bulan tinggal di Jatinangor, langsung refleks dan balas story WA Rezky kalau aku posisi di Jogja. Ternyata Rezky mau minta bantuan untuk cetak kartu buku “Kita dalam Kata”. Awalnya aku kaget. Baru kali ini aku tahu ada orang cetak kartu bukunya. Biasanya kan cetak kartu nama ya. Pas lihat hasil dari cetak kartu bukunya, lucu juga hasilnya. Bentuknya kaya kartu nama tapi gambarnya cover buku “Kita dalam Kata”. Sebenarnya ada drama dibalik proses itu. Pas datang ke percetakan, aku urus semua dan katanya selesai jam 11. Pas aku datang lagi, eh percetakannya mati listrik dan belum selesai. Akhirnya aku tinggal ngajar dulu. Aku ambil sore eh ternyata belum jadi juga karena katanya baru nyala dan aku nunggu aja disana. Pas selesai semuanya, baru keluar pintu eh turun hujan. Ternyata gak ada jas hujan di jok motor. Lupa nggak aku masukkan setelah kemarin hujan. Entah ada apa dengan hujan hari itu. Turun hujan deras banget. Sampai penginapan Rezky, aku titipkan kartu buku itu ke penjaga di pos satpam. Setelah itu, Rezky ngechat minta alamat mau kasih buku “Kita dalam Kata”. Tapi kayanya waktu itu nggak aku balas atau aku bilang nggak usah ya. Lupa. Hahaha.
Saat Pertengahan 2020, aku sebenarnya jarang memperhatikan instagram Rezky tapi koq ya bisa pas saat buka instagram langsung muncul Rezky buat give away buku-bukunya. Aku lihat cover buku “Kita dalam Kata”. Aku refleks lagi jawab comment kalau aku mau buku “Kita dalam Kata”. Sampe aku ngetag Pak Dwi Purnomo, Marlis, Wardi dan ka Ikawa demi dapat buku “Kita dalam Kata”. Jujur ya. Sebenarnya aku gak tahu sama sekali buku “Kita dalam Kata” bahas apa. Aku hanya ingat kisahku di tahun 2017 itu dengan buku ini. Aku suka dengan judul buku “Kita dalam Kata” yang unik buatku. Judulnya ada kata “Kita”, serasa aku terpanggil. Serasa ada aku dibalik kata “Kita” itu. Meski ternyata setelah baca buku tersebut, bukan aku. Hahaha. Ya iyalah.
Buku “Kita dalam Kata” adalah buku kedua karya Rezky yang sudah aku baca. Buku pertama yang judulnya “Jomblo, Mantan dan Masa Depan”. Jujur lagi ya, sebenarnya aku belum baca buku “Jomblo, Mantan dan Masa Depan” sejak aku beli. Setelah dapat bukunya, aku buka plastiknya, baca di halaman awal, lalu aku tutup lagi dan aku simpan di rak buku. Hahaha. Bukan karena isi bukunya nggak bagus. Tapi karena feelnya belum dapat. Akhirnya aku baca buku “Jomblo, Mantan dan Masa Depan” setelah aku selesai baca buku “Kita dalam Kata”. Jadi semakin menarik untuk mengulas buku-buku karya Rezky ini.
Buku “Jomblo, Mantan dan Masa Depan” dan “Kita dalam Kata” karya Rezky ini punya banyak perbedaan tapi hanya ada satu persamaannya. Satu persamaan itu adalah insight. Jadi Insyaalloh kamu nggak akan menyesal baca buku-buku karya Rezky karena akan muncul banyak insight. Sedangkan perbedaannya, metamorphosis dari Rezky yang berubah menjadi lebih dewasa dan kalem. Buku “Jomblo, Mantan dan Masa Depan” berisi akal sedangkan buku “Kita dalam Kata” berisi jiwa. Selain itu, buku “Kita dalam Kata” terasa Rezky menulis tiap bab nya seperti tiap hari atau tiap terjadi kejadian. Jadi serasa baca diary atau scenario hidup. Layak buku “Kita dalam Kata” untuk di filmkan seperti buku BBN nya Ria Ricis meski ada bedanya. Kalau buku BBN ada cerita pemberi luka dan penyembuh luka. Sedangkan bukunya Rezky, pelu ada buku “Kita dalam Kata” jilid 2 tentang penyembuh luka. Hahaha
Buku “Kita dalam Kata” ini, kita bisa belajar memahami isi hati dari sosok bernama laki-laki. Aku merasakan ada kebucinan seorang laki-laki di buku ini. Kerennya adalah kebucinan untuk berani melamar wanita pilihannya. Ketika seorang laki-laki melamar wanita artinya ia sedang tidak main-main. Ia siap dengan apapun resiko dan siap menerima tanggungjawab baru. Aku jadi teringat dengan cerita dari seorang laki-laki yang pernah bilang “laki-laki itu punya insting tahu mana wanita yang cocok untuk mendampingi hidupnya”. Makanya ketika tiap ada laki-laki yang melamar wanita, aku iri dengan sang wanita. Itu juga yang aku sampaikan ke Rezky melalui chat ketika membaca buku ini “Aku Iri” apalagi kisahnya menjadi sebuah buku. Yaa meski akhir cerita sang laki-laki nggak diterima lamarannya. Semoga aja laki-laki ini tidak trauma takut ditolak lagi. Katanya, laki-laki ketika patah hati membutuhkan waktu lebih lama untuk mengobati luka dibandingkan wanita. Nggak tahu benar apa salah. Tapi kalau wanita tersebut baca buku “Kita dalam Kata” ini, mungkin dia akan membatalkan perjodohannya. Hahaha. Ais mulai sinetron bangetttt. #JitakAis
Menarik ketika mendengar kata “perjodohan”. Sedikit cerita. Aku pernah mengalami rasa hampir dijodohkan. Di Tahun 2017 akhir, melalui chat bu Hartinah menuliskan sebuah nama laki-laki dan bilang kalau ia PNS di kota Bandung. Aku yang memang tidak suka dengan “perjodohan”, langsung ngegas ke bu Hartinah “Anaknya teman dekat mama?”. Ternyata laki-laki tersebut adalah anak dari teman jauh bu Hartinah yang tiba-tiba menghubungi dan tahu kalau anak perempuan (aku) bu Hartinah belum menikah. Aku tidak menanyakan apa-apa lagi ke bu Hartinah. Aku langsung searching nama tersebut di FB dan Instagram. Aku ingin tahu jejak digital tentang nama tersebut. Setelah tahu hasilnya, oke langsung aku blacklist dan tanpa basa-basi bilang ke bu Hartinah bahwa aku belum bisa menerimanya. Itu semua karena laki-laki tersebut perokok. Ketika bu Hartinah menasehati “dia bisa berubah. Bisa berhenti merokok. Seperti papa mu yang juga berhenti merokok setelah menikah dengan mama”. Aku pun menjawab “dia bukan pak Salim yang bisa berhenti merokok karena mencintai bu Hartinah dan anak-anaknya”. Aku yang orang kesehatan cukup tahu tentang perilaku perokok yang tidak semudah itu untuk berhenti. Sama seperti Rasulullah yang juga nggak bisa membuat Pamannya mengikuti ajaranNya. Karena hidayah itu hanya Alloh yang kasih bukan kita. Aku pun pernah menjadi saksi seorang wanita yang tetap menikahi pacarnya meski pacarnya selalu memukulnya. Aku bertanya pada wanita tersebut “kenapa kamu tetap ingin menikahi pacarmu padahal ia sering memukulmu”. Eh dia menjawab “aku akan mengubahnya. Dan dia akan berubah setelah menikah”. Dan ternyata setelah menikah beberapa tahun, suaminya belum berubah bahkan sang istri berencana bercerai namun Alloh masih jaga. Semoga Alloh terus menjaga pernikahan mereka. Dari kisah tersebut, aku tidak mau menambah “PR” ketika menikah nanti. Karena aku tahu ketika menikah, akan ada PR baru yang harus dijalani dan aku nggak ingin punya PR “berhenti merokok”. Sejak saat itu, bu Hartinah dan Pak Salim tidak lagi menyodorkan sebuah nama. Dan Bu Hartinah bilang “Ais cocoknya dengan orang yang sudah dikenal bukan orang yang tidak dikenal sama sekali”.
Kembali ke buku “Kita dalam Kata”. Ada kalimat di buku Rezky ini yang aku suka “kenapa diriku yang berjuang lantas dikalahkan oleh sosok yang hadir seolah tanpa perjuangan?” Aku merasanya ada bentuk ketidakterimaan yang berbalut dengan keteguhan ingin tetap berjuang hingga akhir. Hahaha Rezky banget.
Ada kebahagiaan ketika baca buku “Kita dalam Kata”, Rezky menyelipkan kata “ayah” dalam hal keikhlasan meski hanya 2 kalimat saja. Ayah dan ibu memiliki porsi yang berbeda dalam hidup seorang anak. Sosok Ayah menjadikan seorang anak pemberani sedangkan sosok Ibu menjadikan seorang anak penyayang. Semoga nanti Rezky buat buku tentang sosok Ayah yang sama seperti kamu pernah buat buku tentang Ibu. Insyaalloh Alm. bahagia
Aku tergelitik ingin membahas “Gimana Baiknya Alloh Aja”. Aku terus mengulang kalimat tersebut dan aku mencoba memaknai kalimat tersebut. Seperti ada suatu kepasrahan. Mungkin karena ada kata “aja” ya. Jadi terasa seperti “ya udah”. Aku lebih suka dengan kalimat “Ikut mauNya Alloh” jadi terasa ada ketegasan, keyakinan dan kepercayaan pada apapun rencana Alloh.
Terakhir, terimakasih Alloh karena sudah mengijinkanku membaca buku “Kita dalam Kata” di tahun 2021. Jadi tahu kenapa Engkau tidak ijinkan aku membacanya di tahun 2017 lalu. Terimakasih untuk pesan-pesanMu melalui buku ini. Kini aku memahaminya. Terimakasih Rezky untuk buku “Kita dalam Kata” yang luar biasa ini meski aku belum baca semua bukumu. Makanya kirimin lagi buku-bukumu yang lain. Hahaha #JitakAis.
Selamat untuk rencana pernikahanmu di tahun ini. Semoga dimudahkan dan Insyaalloh wanita tersebut lebih baik dan tangguh untuk bisa menemanimu melangkah menuju Bupati Kampar.
Leave a Reply