
Kunci keberhasilan pendidikan adab, ada pada pendidik. Dan kunci keberhasilan pendidik terletak pada kompetensi sebagai pengajar. Meskipun hal tersebut fundamental, masih ada yang paling mendasar bahkan merupakan hal yang paling pokok yaitu kerisauan besar dalam dirinya yang dia hayati sepenuh hati dan dia perjuangkan dengan sungguh-sungguh. Kalau seseorang mengajarkan kerisauan yang sangat besar maka ia akan menyampaikannya dengan penuh kesungguhan, penghayatan dan akan memperhatikan bagaimana kata-kata itu benar-benar masuk ke dalam diri murid-muridnya. Karena urusannya bukan jam mengajar melainkan mempersiapkan generasi yang ada dihadapannya dan mengemban amanah dan mempertanggung jawabkannya. Kerisauan inilah yang membuat pendidik peka dan mudah memberi perhatian kepada murid-muridnya.
Tidak setiap yang datang ke sekolah hakekatnya adalah murid (orang yang berkehendak sangat kuat terhadap kebaikan, kebenaran dan ilmu). Pendidik memiliki tanggung jawab untuk mengubah anak-anak yang datang ke sekolah dari siswa (peserta didik) menjadi murid.
Ada anak yang sudah lama tinggal di pesantren tetapi begitu keluar tidak ada bekasnya. Bukan berarti pondok pesantren itu merupakan pilihan yang buruk. Sekedar melatih saja tidak cukup. Karena melatih tanpa ada keyakinan maka tidak akan muncul kebanggaan seseorang terhadap apa yang dilakukannya. Maka yang paling awal adalah pendidiknya.
Tanpa kurikulum, rencana pendidikan bisa kacau. Tapi bila hanya berbekal kurikulum maka anak hanya mengikuti serangkaian prosedur tanpa ruh. Jika pendidik datang ke kelas hanya untuk menerangkan mata pelajaran maka apa yang dapat diharapkan dari pendidik selain keluarnya pengetahuan saja. Jadi perlu memberikan satu paket yaitu dorongan, keyakinan dan membekalkan pengetahuan yang itu muncul dari satu orang yaitu pendidik.
Bila ruhiyah dari pendidik tidak terbangun seperti tidak memiliki komitmen yang sungguh-sungguh dan tidak ada panggilan jiwa dalam dirinya untuk membentuk murid-murid yang baik, melainkan mengajar hanya sekedar fisik saja maka jangankan pada diri murid, pada diri pendidik pun tidak membekas.
Indikasi proses pembelajaran itu berlangsung dengan baik dan menjadi pembelajaran yang otentik learning adalah adanya semangat dari murid dan senang membicarakan materi yang baru saja disampaikan oleh pendidik. Jika materi yang mudah diingat saja tidak membekas, apalagi dengan adab yang memerlukan kesabaran, dorongan, dukungan dan pendampingan dalam membentuknya.
Semakin kuat kerisauan pendidik maka semakin besar dorongan untuk belajar dan memberikan perhatian kepada murid-muridnya. Pendidik merisaukan akhlak anak didik karena menginginkan keselamatan mereka di akhirat akan mendorong pendidik untuk lebih sabar menghadapi kesulitan dan tak mudah mengeluh.
Pendidik yang mengajar dengan tidak serius maka waktu akan terasa lebih lama sehingga cepat tua dan mudah berpenyakit karena kebosanan yang berkepanjangan akan memudahkan penyakit datang. Di Amerika, murid sangat betah di kelas karena gurunya menarik, fun teaching (murid tertarik dengan hiburannya, cara menyampaikan materi bukan pada materinya).
Jadi, seorang pendidik harus memperhatikan adab mengajar. Pertama, tulus mengajar. Tulus sebagai terjemahan dari ikhlas. Ikhlas itu adalah melakukan amalan atau ibadah untuk meraih ridho Alloh SWT. Ikhlas tidak berhubungan dengan berat ringannya. Adakalanya seseorang itu merasa berat keadaannya tetapi ketika dia ikhlas, dia akan bersungguh-sungguh dengan apa yang diikhlaskannya. Sehingga bekal pendidik adalah keikhlasan dalam mengajar sehingga ringan hatinya untuk menyambut kehadiran dan keingintahuan anak didiknya. Tidak berharga sebuah amal tanpa keikhlasan. Penyambutan itu benar-benar dengan menghadapkan wajah. Faedahnya adalah menjadikan mereka merasa dicintai oleh pendidiknya, melahirkan rasa hormat pada pendidiknya. Hormat lebih baik dari ketaatan dan hormat dari anak akan mendorongnya untuk taat. Sehingga anak akan lebih mudah untuk menerima nasehat dan ilmu dari pendidik.
Salah satu kunci sukses seorang murid adalah hormat dan respect terhadap pendidik. Hormat tidak hanya fisik saja melainkan sikap dan perilakunya. Dan rasa hormat terhadap pendidik akan tertancap kuat jika ia (murid) memiliki pendidik yang tawadhu, rendah hati, dan bukan gila hormat. Selain itu, faktor yang menentukan keberhasilan murid adalah kesediaan dan kesungguhan mendengarkan ucapan pendidiknya dan jika pendidik tersebut mengajarkan monoton, muridnya masih memperhatikan dengan sungguh-sungguh.
Tidak ada orang yang paling dicintai para syuhada melebihi Rasululah SAW. Ketika mereka melihat Rasulullah SAW, mereka tidak berdiri karena Rasulullah SAW tidak menyukai hal tersebut. Kecintaan itu diwujudkan dengan melakukan apa yang menjadikan orang yang disukainya suka. Hal lain yang perlu dimiliki oleh seorang pendidik adalah kesediaan untuk mengenali pribadi muridnya dengan baik bukan hanya nama dan wajahnya.
Banyak masalah di kelas karena pendidik yang tak mampu membaca karakter muridnya dan mengetahui keresahan muridnya. Sehingga pendidik harus merespon namun bukan dengan hukuman karena prinsip itu melampaui aturan.
Sumber : Mohammad Fauzil Adhim. 10 April 2018. Tausiyah Ashar di Masjid Nurul Ashri Deresan Yogyakarta
Leave a Reply